Tugas UAS Tafsir dan Hadits Ekonomi Makro (Rara Bilqistaifa N.)


A.    Peran Tenaga Kerja dalam Ekonomi Islam

Tenaga kerja sebagai sumber daya aktif merupakan salah satu faktor bagi kelancaran suatu proses produksi dalam suatu perusahaan atau organisasi. Keberadaan tenaga kerja dalam menjalankan aktivitasnya, seharusnya didukung oleh sarana dan prasarana serta bentuk manajemen yang baik dan manusiawi, agar tenaga kerja tersebut dapat bekerja dengan baik dan sesuai dengan harapan perusahaan tanpa rasa kecewa, ketidakpuasan dan kecemasan.
Tenaga kerja sebagai faktor produksi mempunyai arti yang besar. Karena semua kekayaan alam tidak berguna bila tidak dieksploitasi oleh manusia dan diolah oleh buruh. Alam telah memberikan kekayaan yang tidak terhitung, tetapi tanpa usaha manusia semua akan tersimpan. Banyak Negara di Asia Timur, Timur Tengah, Afrika dan Amerika Selatan yang kaya akan sumber alam tapi karena mereka belum mampu menggalinya maka mereka tetap miskin dan terbelakang, oleh karena itu disamping adanya sumber alam juga harus ada rakyat yang bekerja sungguh-sungguh, tekun dan bijaksana agar mampu mengambil sumber alam untuk kepentingannya.
Al Qur’an telah memberi penekanan yang lebih terhadap tenaga manusia. Ini dapat dilihat dari petikan surat An Najm:
  
وَأَن لَّيْسَ لِلْإِنسَانِ إِلَّا مَا سَعَى     

 Artinya: “Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang diusahakannya.”(An Najm: 39)
Siapa yang bekerja keras akan mendapat ganjaran masing-masing yang sewajarnya. Prinsip tersebut belaku bagi individu dan juga Negara. Al Qur’an menunjukkan prinsip asas tersebutdalam surat Al Anfaal:

 عَلِيمٌسَمِيعٌ اللَّهَ وَأَنَّ بِأَنْفُسِهِمْ مَا يُغَيِّرُوا حَتَّىٰ قَوْمٍ عَلَىٰ أَنْعَمَهَا نِعْمَةً مُغَيِّرًا يَكُ لَمْ اللَّهَ بِأَنَّ ذَٰلِكَ 

Artinya: “Demikian itu karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan mengubah suatu nikmat yang telah dianugerahkan terhadap suatu kaum hingga kaum itu merubah apa yang ada pada mereka sendiri dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar Lagi Maha Mengetahui”. (Al Anfaal:53)


Menurut Imam Syaibani: “Kerja merupakan usaha mendapatkan uang atau harga dengan cara halal. Dalam Islam kerja sebagai unsur produksi didasari oleh konsep istikhlaf, dimana manusia bertanggung jawab untuk memakmurkan dunia dan juga bertanggung jawab untuk menginvestasikan dan mengembangkan harta yang diamanatkan Allah untuk menutupi kebutuhan manusia.
Sedangkan tenaga kerja adalah segala usaha dan ikhtiar yang dilakukan oleh anggota badan atau fikiran untuk mendapatkan imbalan yang pantas. Termasuk semua jenis kerja yang dilakukan fisik atau pikiran. Tenaga kerja sebagai salah satu faktor produksi mempunyai arti yang besar. Karena semua kekayaan alam tidak berguna bila tidak dieksploitasi oleh manusia dan diolah buruh. Alam telah memberikan kekayaan yang tidak terhitung tetapi tanpa usaha manusia semua akan tersimpan.
Islam mendorong umatnya untuk bekerja dan memproduksi, bahkan menjadikannya sebagai sebuah kewajiban terhadap orang-orang yang mampu, lebih dari itu Allah akan memberi balasan yang setimpal yang sesuai dengan amal/kerja sesuai dengan firman Allah dalam QS  an-Nahl (16) ayat 97:

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”

Sedangkan Hadis  Nabi yang berkaitan dengan bekerja dapat dikemukakan antara lain:
1.             Dari Ibnu Umar r.a ketika Nabi ditanya: Usaha apakah yang paling baik? Nabi menjawab yaitu pekerjaan yang dilkukan oleh dirinya sendiri dan semua jual beli yang baik.
2.             HR. Imam Bukhari “Sebaik-baiknya makanan yang dikonsumsi seseorang adalah makanan yang dihasilkan oleh kerja kerasnya dan sesungguhnya Nabi Daud as mengonsumsi makanan dari hasil keringatnya (kerja keras)”.
Al- Qur’an memberi penekanan utama terhadap pekerjaan dan menerangkan dengan jelas bahwa manusia diciptakan di bumi ini untuk bekerja keras untuk mencari penghidupan masing-masing.Allah berfirman dalam QS. Al-Balad ayat 4: 

  لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي كَبَدٍ

Artinya: Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada  dalam susah payah”.

Bentuk-bentuk kerja yang disyariatkan dalam Islam adalah pekerjaan yang dilakukan dengan kemampuannya sendiri dan bermanfaat, antara lain (an-Nabhani: 2002:74) :

a.       Menghidupkan tanah mati (tanah yang tidak ada pemiliknya dan tidak dimanfaatkan oleh satu orang pun). HR. Imam Bukhari dari Umar Bin Khattab” siapa saja yang menghidupkan tanah mati, maka tanah( mati yang telah dihidupkan) tersebut adalah miliknya”.
b.      Menggali kandungan bumi
c.       Berburu
d.      Makelar (samsarah)
e.       Peseroan antara harta dengan tenaga (mudarabah)
f.       Mengairi lahan pertanian (musyaqah)
g.      Kontrak tenaga kerja (ijarah)

B.     Metode Penafsiran Al-Quran
Dalam penafsiran al-Quran, terdat 4 macam metode yang berkembang, yaitu: tahlili, ijmali, muqarrin, dan maudhu’i. Masing-masing metode tersebut mempunyai kriteria tersendiri. Dan yang saya gunakan dalam menafsirkan ayat dalam makalah ini yaitu Metode Ijmali (Global).
Metode Ijmali yaitu, metode penafsiran al-Quran yang dilakukan dengan cara menjelaskan maksud al-Qur’an secara global, tidak terperinci seperti tafsir tahlili. Para pakar menganggap bahwa metode ini merupakan metode yang pertama kali hadir dalam sejarah perkembangan metodologi tafsir, karena didasarkan pada kenyataan bahwa era awal-awal Islam, metode ini yang dipakai dalam memahami dan menafsirkan al-Quran. Realitas sejarah bahwa dahulu para sahabat adalah mayoritas orang Arab yang ahli bahasa Arab dan mengetahui dengan baik latar belakang asbabun nuzul-nya ayat, bahkan menyaksikan serta terlibat langsung dalam situasi dan kondisi umat Islam ketika ayat-ayat al-Quran turun. Hal ini dapat menyuburkan persemaian metode global karena sahabat tidak memerlukan penjelasan yang rinci dari Nabi, tetapi cukup dengan isyarat dan uraian sederhana.
Dengan metode ini, langkah awal yang dilakukan para mufassir adalah membahas ayat demi ayat sesuai dengan urutan yang ada pada mushaf, lalu mengemukakan arti yang dimaksud ayat-ayat tersebut dengan global. Ma’na yang diutarakan biasanya diletakkan di dalam rangkaian ayat atau menurut pola-pola yang diakui jumhur ulama’ dan mudah difaham semua orang.Adapun bahasa, diupayakan lafadznya mirip bahkan sama dengan lafadz yang digunakan al-Quran sehingga pembaca bisa merasakan bahwa uraian tafsirnya tidak jauh berbeda dari gaya bahasa al-Quran dan terkesan bahwa hal itu benar-benar mempresentasikan pesan al-Quran.
C.    Penafsiran dengan Metode Ijmali
Dalam QS  an-Nahl (16) ayat 97 :
Yakni dengan kebahagiaan di dunia, ketenteraman hatinya, ketenangan jiwanya, sikap qana’ah (menerima apa adanya) atau mendapatkan rezeki yang halal dari arah yang tidak diduga-duga, dsb. Inilah yang diharapkan oleh orang-orang yang sekarang putus asa di dunia. Ketika mereka tidak memperoleh ketenangan atau kebahagiaan batin meskipun mereka memperoleh dunia, namun akhirnya mereka nekat bunuh diri seperti yang kita saksikan. Berdasarkan ayat ini, cara untuk memperoleh kebahagiaan atau ketenangan batin adalah dengan beriman (tentunya dengan memeluk Islam) dan beramal saleh atau mengerjakan ajaran-ajaran Islam. Bahkan, tidak hanya memperoleh kebahagiaan di dunia, di akhirat pun, Allah Subhaanahu wa Ta'aala akan memberikan balasan yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan, dengan memberikan surga yang penuh kenikmatan, yang belum pernah dilihat oleh mata, didengar oleh telinga dan belum pernah terlintas di hati manusia. Allahumma aatinaa fid dunyaa hasanah wa fil aakhirati hasanah wa qinaa adzaaban naar.
Ayat ini menunjukkan, bahwa laki-laki dan perempuan dalam Islam mendapat pahala yang sama dan bahwa amal saleh harus disertai iman.



Kemudian dalam QS. Al-Balad ayat 4: 
            Yakni penuh dengan penderitaan dan merasakan berbagai musibah di dunia, di alam barzah dan pada hari Kiamat. Oleh karena itu, sepatutnya ia berusaha melakukan perbuatan yang dapat menghilangkan penderitaan itu dan mendatangkan kegembiraan serta kesenangan selama-lamanya. Jika ia tidak melakukannya, maka ia akan senantiasa dalam penderitaan. Bisa juga maksudnya, bahwa Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya; dia ditakdirkan untuk dapat bertindak dan melakukan pekerjaan yang berat, namun sayang dia tidak bersyukur kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala terhadap nikmat yang besar itu, bahkan bersikap angkuh dan sombong dengan keadaannya kepada Penciptanya. Cukuplah sebagai bukti kebodohan dan kezalimannya ketika ia menyangka bahwa keadaan itu akan tetap langgeng padanya dan bahwa kemampuannya akan terus dimilikinya. Oleh karena itu, Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman, Apakah dia (manusia) itu mengira bahwa tidak ada sesuatu pun yang berkuasa atasnya?
D.    Refleksi Penafsiran
Dari penafsiran diatas dengan menggunakan metode Ijmali yaitu bahwa metode ijmali menjelaskan ayat-ayat Al-Quran secara grobal. Dari situ adapun kelebihan dan kekurangannya, antara lain :
 Kelebihan dan Kekurangan Metode Ijmali :
a. Kelebihan Metode Tafsir Ijmali :
- Praktis, simplistis dan mudah dipahami
- Bebas dari penafsiran israiliyat
- Akrab dengan bahasa al-Quran

b. Kekurangan Metode Tafsir Ijmali :
- Menjadikan petunjuk al-Quran bersifat parsial dan tidak ada ruang untuk mengemukakan analisis yang memadai)
- Tidak mampu mengantarkan pembaca untuk mendialogkan al-Quran dengan permasalahan sosial maupun keilmuan yang aktual dan problematika
- Menimbulkan ketidakpuasan pakar al-Quran dan memicu mereka untuk menemukan metode lain yang dipandang lebih baik dari metode global.

E.     Penutup
Kesimpulan :
            Tenaga kerja sebagai sumber daya aktif merupakan salah satu faktor bagi kelancaran suatu proses produksi dalam suatu perusahaan atau organisasi. Keberadaan tenaga kerja dalam menjalankan aktivitasnya, seharusnya didukung oleh sarana dan prasarana serta bentuk manajemen yang baik dan manusiawi, agar tenaga kerja tersebut dapat bekerja dengan baik dan sesuai dengan harapan perusahaan tanpa rasa kecewa, ketidakpuasan dan kecemasan. Metode Ijmali yaitu, metode penafsiran al-Quran yang dilakukan dengan cara menjelaskan maksud al-Qur’an secara global, tidak terperinci seperti tafsir tahlili.

Daftar Pustaka


Naqiyah Mukhtar. 2012. Ulumul Qur’an. Purwokerto : STAIN Press.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

ANALISIS UNIVARIAT, BIVARIAT DAN MULTIVARIAT

Penerapan Statistika Dalam Kehidupan Sehari-hari (Fitri Hidayatuz Zahroh)

Distribusi Poisson dan Penerapannya Dalam Kehidupan Sehari-hari