Khanif Nurul Ahda (1617202104) TAFSIR AYAT DAN HADITS MAKRO


HAK BEKERJA DALAM ISLAM
DAN TAFSIR DARI SURAT AT-TAUBAH AYAT 105



MAKALAH
Disusun dan Diajukan Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Tafsir dan Hadis Ekonomi Makro
Dosen Pengampu : Dr. Hj. Naqiyah M.Ag.
Oleh:
Khanif Nurul Ahda (1617202104)

4 PSC
JURUSAN PERBANKAN SYARI’AH
FAKULTAS EKONOMI BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PURWOKERTO
2018


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kerja dalam Islam bukan hanya sekedar rutinitas harian yang boleh atau tidak boleh dilakukan. Kerja dalam Islam merupakan ibadah yang menuntut kesungguhan. Nabi Muhammad sebagai suri tauladan umat Islam telah memberikan contoh bagaimana beliau bekerja dan berusaha untuk urusan dunia dengan usaha sungguh-sungguh. Bahkan Ali bin Abi Thalib sebagaimana sahabat nabi yang paling dekat dengan beliau pernah memberikan nasihat kepada para sahabat “berkerjalah kamu untuk urusan duniamu seolah-seolah kamu akan hidup selamanya, dan bekerjalah kamu untuk urusan akhiratmu seolah-seolah kamu akan mati besok.
Dalam menafsirkan suatu ayat terdapat beberapa metode yang bisa digunakan. Tafsir sendiri adalah ilmu yang membahas kandungan al-Quran baik dari segi pemahaman makna atau arti sesuai yang dikehendaki Allah Swt menurut kadar kesanggupan manusia. Untuk mencapai makna yang dikehendaki penulis menggunakan salah satu metode tafsir yaitu metode tahlili ( Analisis ).










BAB II
PEMBAHASAN
A. HAK UNTUK BEKERJA
Setiap warga negara berhak mendapatkan pekerjaan untuk menghidupi diri sendiri maupun keluarganya. Dalam undang-undang pasal 27 ayat 2 UUD 1945. Bahwa setiap warga negara Indonesia berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Bahwa seluruh warga negara khususnya Indonesia tidak berkeinginan menjadi pengangguran dan juga tidak ingin menjadi orang miskin.
Bekerja di dunia, bagi umat Islam merupakan bekal di akhirat kelak. Hidup di surga di akhirat kelak merupakan tujuan dan impian kesuksesan setiap umat Islam. Kesuksesan di akhirat tersebut juga tidak lepas dari kesuksesan di dunia melalui ibadah dan amalan sebagaimana di ajarkan dan mengharapkan ridho Allah SWT. Islam adalah akidah, syariah, dan amal. Jadi umat Islam tidak cukup hanya melakukan ibadah kepada Allah dan Rasul saja, tetapi juga dituntut untuk melakukan amal perbuatan berupa bekerja sebagaimana yang ditentukan Allah SWT.
Dalam ajaran islam juga banyak memberi anjuran, perintah dan dorongan kepada umatnya untuk bekerja diantaranya:
QS. At-taubah :105
وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ ۖ وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Artinya : “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasulnya serta orang-orang beriman akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada Allah yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan”.

HR. Bukhari Muslim
“Bekerjalah, karena tiap kalian dimudahkan untuk melakukan amal tertentu”.
B. DESKRIPSI AL- QUR’AN SURAT AT-TAUBAH AYAT 105
Surat  At-Taubah   diturunkan   di  Madinah  yang  lebih  dikenal  dengan sebutan Madaniyyah serta tertulis dalam al-Qur’an urutan yang ke-9 setelah surat Al-Anfal, dan terdiri dari 129 ayat. Pada penelitian ini, peneliti meneliti ayat ke-105 dari surat At-Taubah. Sedangkan juznya, surat tersebut berada di juz ke-10 dan ke-11.
1. Teks, Mufradat dan Terjemah
a. Teks

وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ ۖ وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
b. Mufradat
اعملوا : Bekerjalah
فسير ي : Akan Melihat
ستر دّون : Akan dikembalikan
الغيب : Ghoib
الشهادة : Yang Nyata
فينبّئكم : Diberitakannya kepada kamu
c. Terjemah

Dan katakanlah “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasulnya serta orang-orang beriman akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada Allah yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan”.


2. Gambaran Umum Surat At-Taubah Ayat 105
Surat At-Taubah merupakan jenis Surat Madaniyyah yang terdiri dari seratus  dua  puluh  sembilan  ayat,  dan  surat  tersebut  berada  diurutan  ke- sembilan dari urutan surat dalam Al-Qur’an setelah Surat Al-Anfal. Sedangkan untuk juznya, Surat At-Taubah berada di Juz sepuluh, dan sebagian Surat At- Taubah berada di juz sebelas, termasuk surat ini. Dan Surat At-Taubah mempunyai arti pengampunan.
Ada sebagian  ulama’  yang berpendapat  bahwa  dua ayat yang terakhir dari  surat  tersebut  diturunkan  di  Mekkah.  Adapun  menurut  Jumhur  ulama’ bahwa ayat yang diturunkan sesudah Nabi Muhammad saw Hijrah ke Madinah. Dinamakan Madaniyah sekalipun diturunkan di Mekkah. Surat At-Taubah juga memiliki nama lain, yaitu Surat Bara-ah, Surat Mukhzyah, Surat Munaffirah, dan surat al-Adzab. Surat ini dinamakan Surat at-Taubah karena didalamnya diterangkan tentang bertobat.
Dan surat ini dinamakan Surat Bara-ah, karena didalamnya  terdapat pernyataan bahwa Nabi Muhammad  dan kaum mukmin melepaskan diri dari segala ikatan perjanjian yang telah dibuat bersama kaum munafik. Dalam    surat    tersebut    juga    tidak    terdapat    basmalah    pada permulaannya. Tidak terdapat basmalah pada permulaannya menurut sebagian besar   ulama’   karena   ada   dua   sebab.   Yang   pertama,   karena   basmalah mengandung isi kedamaian.
Dan yang kedua karena basmalah tidak diturunkan bersama Surat At-Taubah. Surat  At-Taubah  termasuk  bagian-bagian  al-Qur’an  yang  diturunkan pada masa-masa akhir, meskipun bukan bagian yang terakhir sekali dari Al- Qur’an.  Pada  surat  tersebut  memuat  hukum-hukum  yang  final  mengenai hubungan antara umat Islam dengan umat-umat lain didunia. Pada Surat At-Taubah juga memuat tentang bagaimana menyusun masyarakat Islam sendiri, menentukan  nilai dan normanya,  menentukan  peraturan  bagi masing-masing kelompok dan tingkatan, dan mengidentifikasi realitas masyarakat secara keseluruhan. Selain itu, didalam Surat At-Taubah juga mengidentifikasi realitas masing-masing  kelompok  dan kelasnya  dengan identifikasi  yang cermat dan dengan gambaran yang jelas.
Pada  ayat  ke  105  dalam  surat  At-taubah,  Allah  telah  memerintahkan kepada Rasul-Nya agar menyampaikan kepada umatnya, bahwa ketika mereka telah mengerjakan amal-amal shaleh, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang- orang  mukmin  lainnya  akan  melihat  dan  menilai  amal-amal  tersebut.  Dan mereka  akan  dikembalikan   ke  alam  akhirat,  dan  mereka  akan  diberikan ganjaran-ganjaran  atas  amal  yang  mereka  kerjakan  selam  hidup  di  dunia.
Disamping itu Allah juga telah memerintahkan kepada Rasul-Nya agar mengatakan  kepada kaum muslimin yang ingin bertaubat dan membersihkan diri dari dosa-dosa dengan cara bersedekah dan mengeluarkan zakat dan mengerjakan amal shaleh semaksimal mungkin. Umat manusia dianjurkan agar tidak hanya merasa cukup dengan melakukan tobat, membayar zakat, sedekah, dan shalat semata-mata,  melainkan haruslah mereka mengerjakan  semua apa yang diperintahkan oleh Allah kepada umat-Nya. Allah akan melihat pekerjaan yang   mereka   lakukan,   sehingga   mereka   semakin   dekat   kepada   Allah. Rasulullah dan kaum muslimin akan melihat amal-amal kebajikan yang dikerjakan  oleh  umat  manusia,  sehingga  merekapun  akan  mengikuti  dan mencontohnya pula. Dan Allah akan memberikan pahala yang berlipat ganda bagi  mereka  yag  menjadi  panutan,  tanpa  mengurangi  pahala  mereka  yang mencontoh.
Dapat   juga   dikatakan   bahwa,   ayat   ini   menyatakan:   “katakanlah, bekerjalah kamu demi karena Allah semata dengan aneka amal yang saleh dan bermanfaat, baik untuk diri kamu maupun untuk masyarakat umum, dan Allah akan melihat, yakni menilai dan memberi ganjaran amal kamu itu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada Allah yang Maha Mengetahui yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakannya kepada kamu sanksi dan ganjaran atas apa yang telah kamu kerjakan, baik yang nampak kepermukaan maupun yang kamu sembunyikan dalam hati”.
3. Asbabun Nuzul Ayat dan Munasabah
Mengenai asbabun nuzul serta munasabah surat maupun ayat dalam pembahasan ini terdapat beberapa pendapat. Adapun asbabun nuzul ayat serta munasabah surat dan ayat sebagai berikut:
a) Asbabun Nuzul

Asbabun Nuzul ayat ini, tidak secara langsung dijelaskan  mengenai sebab turunnya ayat. Dalam kitab Lubabun Nuqul fii Asbabin Nuzul hanya menerangkan  sebab turunnya  ayat sebelumnya,  yaitu ayat ke-102.
b) Munasabah
Untuk mengetahui munasabah dalam penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu munasabah surat dan munasabah ayat. Adapun munasabahnya sebagai berikut:
1.) Munasabah Surat
Munasabah Surat at-Taubah dengan surat yang sebelumya menurut Hasbi ash-Shidieqi yaitu dengan Surat al-Anfal. Adapun persesuaian keduanya yaitu, pertama kedua surat tersebut menggambarkan  sejarah  dakwah  Rasulullah  Muhammad  saw  serta jihad fi sabilillah. Kedua, pada surat al-Anfal  isinya  menerangkan sifat-sifat  yang  harus  diperhatikan  dalam  berdakwah.
Antara Surat at-Taubah dan Surat al-Anfal terdapat hubungan yang sangat erat sekali seakan-akan  satu surat. Munasabah Surat at- Taubah dengan Surat al-Anfal adalah bahwa keduanya menerangkan tentang  inti  ajaran  agama  dan  furu’iahnya,   sunnatullah,  syari’at, hukum perjanjian dan janji setia, hukum perang serta hukum damai.

2.) Munasabah ayat
Imam Zuhaili menerangkan bahwa sedekah merupakan suatu penebus dosa dari orang-orang mu’min yang tidak ikut dalam perang tabuk. Pada  ayat-ayat  yang  lalu  telah  disebutkan  sikap  sebagian kaum muslimin yang mencampuradukkan antara perbuatan yang baik dan  yang  jelek.
Menurut pendapat Hamka,16  ayat ke-105 dari Surat at-Taubah dihubungkan dengan surat al-Isra’ ayat 84:
Katakanlah:  “Tiap-tiap   orang  beramal  menurut  bakatnya  tetapi tuhan   engkau lebih mengetahui siapakah yang lebih mendapat petunjuk dalam perjalanan.”
Setelah  dihubungkan   dengan  ayat  tersebut,   dapat  diketahui bahwa Allah menyuruh manusia untuk bekerja menurut bakat dan bawaan, yaitu manusia diperintahkan untuk bekerja sesuai tenaga dan kemampuannya.  Artinya manusia tidak perlu mengerjakan pekerjaan yang bukan pekerjaannya, supaya umur tidak habis dengan percuma. Dengan  demikian,  manusia  dianjurkan  untuk  tidak  bermalas-malas dan menghabiskan  waktu tanpa ada manfaat.  Mutu pekerjaan  harus ditingkatkan, dan selalu memohon petunjuk Allah.

C. METODE PENAFSIRAN AYAT
Pengertian Metode Tafsir Kata metode berasal dari bahasa yunani “methodos” yang berarti “cara atau jalan”. Dalam bahasa Inggris kata ini ditulis “method” dan bahasa Arab menerjemahkannya dengan “thariqat” dan “manaj”. Dan dalam pemakaian bahasa indonesia kata tersebut mengandung arti: “cara yang teratur dan berpikir baik-baik untuk mencapai maksud (dalam ilmu pengetahuan dan sebagainya); cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan”. 
Kata tafsir berasal dari bahasa Arab, yaitu fassaara, yufassiru, tafsiran yang berarti penjelasan, pemahaman, dan perincian. Selain itu, tafsir dapat pula berarti al idlah wa altabiyin, yaitu penjelasan dan keterangan. Menurut Imam al-Zarqhoni mengatakan bahwa tafsir adalah ilmu yang membahas kandungan al-Quran baik dari segi pemahaman makna atau arti sesuai yang dikehendaki Allah Swt menurut kadar kesanggupan manusia. Selanjutnya Abu Hayan, sebagaimana dikutip al-Sayuthi, mengatakan bahwa tafsir adalah ilmu yang didalamnya terdapat pembahasan mengenai cara mengucapkan lafal-lafal al-Quran disertai makna serta hukum-hukum yang terkandung didalamnya. Sedangkan metodologi tafsir adalah sebuah ilmu yang mengajarkan kepada orang yang mempelajarinya untuk menggunakan metode tersebut dalam memahami ayat-ayat al-Quran. Dalam pembahasan ini penulis menggunakan metode tafsir tahili ( Analisis ).
Pengertian  Al-Tafsir al-Tahliliy (Analisis)
Kata tahlili berasal dari bahasa arab halalla-yuhalillu-tahlilan yang berarti mengurai atau menganalisa. Tafsir Tahlili ialah menafsirkan al-Qur’an berbasarkan susunan ayat dan surah yang terdapat dalam mushaf. Seorang mufassir, dengan menggunakan metode ini menganalisis setiap kosa kata atu lafal dari aspek bahasa dan makna. Analisis dari aspek bahasa meliputi keindahan susunan kalimat ijasz, badi’, ma’ani, bayan, haqiqat, majaz, kinayah, isti’arah. Dan dari aspek makna meliputi sasaran yang dituju oleh ayat, hukum, aqidah, moral, perintah, larangan, relevansi ayat sebelum dan sesudahnya, hikmah dan lain sebagainya. Selanjutnya metode Tahlily merupakan metode tafsir al-Quran yang dalam menafsirkan ayat-ayat al-Quran dilakukan dengan cara urut dan tertib ayat dan surah sesuai dengan urutan yang terdapat dalam mushaf, yakni dimulai dari surat al-Fatihah, al-Baqarah, Al Imran dan seterusnya hingga surat an-Nas. Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa metode tafsir tahlily merupakan penafsiran ayat al-Quran dengan cara berurutan sesuai urutan surah yang ada pada al-Quran, dengan cara menganalisis dari semua aspek, baik dari segi kosa kata, lafal dari aspek bahasa, serta makna.
Dibandingkan dengan metode tafsir lainnya, metode tahlily adalah metode paling lama. Tafsir ini berasal sejak masa para sahabat Nabi Saw. Dalam penjalanan waktu, para ulama tafsir merasakan kebutuhan adanya tafsir yang mencakup seluruh isi al-Quran. Oleh karena itu akhir abad ke-3 dan pada awal abad ke-4 H (10 M), ahli tafsir ibnu majah, al-Thabari mengkaji seluruh isi al-Quran dan membuat model-model paling maju dari tafsir tahlily ini

Adapun kelebihan dari metode tafsir tahlily ini adalah:
a. Ruang lingkupnya luas
b. Dapat memuat berbagai macam ide
Sedangkan kelemahan dari metode tafsir yahlily ini adalah:
a. Menjadikan petunjuk al-Quran parsial (bagian-bagian).
b. Melahirkan penafsiran yang subjektif.
c. Kajiannya tidak mendalam.
Berbagai aspek yang dianggap perlu oleh seorang mufasir tahlily di uraikan, yang tahapan kerjanya yaitu dimulai dari:
1. Bermula dari kosakata yang terdapat pada setiap ayat yang akan ditafsirkan sebagaimana urutan dalam al-Quran, mulai dari surah al-Fatihah hingga surah an-Nass.
2. Menjelaskan asbab an-Nuzul  ayat ini dengan menggunakan keterangan yang diberikan oleh hadist (bir Riwayah).
3. Menjelaskan munasabah atau hubungan ayat yang ditafsirkan dengan ayat sebelumnya atau sesudahnya.
4. Menjelaskan makna yang terkandung pada setiap potongan ayat dengan menggunakan keterangan yang ada pada ayat lain, atau dengan menggunakan hadis Rasulullah Saw atau dengan mengguanakan penalaran rasional atau berbagai disiplin ilmu sebagai sebuah pendekatan.
5. Menarik kesimpulan dari ayat tersebut yang berkenaan dengan hukum mengenai suatu masalah, atau lainnya sesuai dengan kandungan ayat tersebut.
Di antara buku tafsir yang menggunakan metode tahlili adalah:
- Al-Quthubi
- Ibnu Katsir
- Tafsir Ibnu Jarir
Dalam tafsir Ibnu Katsir
وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ وَسَتُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ (105) 3

Dan katakanlah, "Bekerjalah kalian, maka Allah dan Rasul-Nya Serta orang orang mukmin akan melihat pekerjaan kalian itu dan kalian akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kalian apa yang telah kalian kerjakan.”
Mujahid mengatakan bahwa hal ini merupakan ancaman dari Allah terhadap orang-orang yang menentang perintah-perintah-Nya, bahwa amal perbuatan mereka kelak akan ditampilkan di hadapan Allah Swt. dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin. Hal ini pasti akan terjadi kelak di hari kiamat, seperti yang disebutkan oleh Allah Swt. dalam ayat lain melalui firman-Nya:
يَوْمَئِذٍ تُعْرَضُونَ لَا تَخْفَى مِنْكُمْ خَافِيَةٌ

Pada hari itu kalian akan dihadapkan (kepada Tuhan kalian), tiada sesuatu pun dari keadaan kalian yang tersembunyi (bagi Allah).
(Al-Haqqah:18)
يَوْمَ تُبْلَى السَّرَائِرُ
Pada hari ditampakkan segala rahasia. (At-Thariq: 9)
وَحُصِّلَ مَا فِي الصُّدُورِ

Dan dilahirkan apa yang ada di dalam dada. (Al-'Adiyat: 10)
Adakalanya Allah Swt. menampakkan hal tersebut kepada orang-orang di dunia ini, seperti yang dikatakan oleh Imam Ahmad. Ia mengatakan:
حَدَّثَنَا حَسَنُ بْنُ مُوسَى، حَدَّثَنَا ابْنُ لَهِيعة، حَدَّثَنَا دَرَّاج، عَنْ أَبِي الْهَيْثَمِ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: "لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ يَعْمَلُ فِي صَخْرَةٍ صَماء لَيْسَ لَهَا بَابٌ وَلَا كُوَّة، لَأَخْرَجَ اللَّهُ عَمَلَهُ لِلنَّاسِ كَائِنًا مَا كَانَ".


Telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Ibnu Luhai'ah, telah menceritakan kepada kami Darij, dari Abul Haisam, dari Abu Sa'id secara marfu', dari Rasulullah Saw., bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Seandainya seseorang di antara kalian beramal di dalam sebuah batu besar, benda mati, tanpa ada pintu dan lubangnya, niscaya Allah akan mengeluarkan amalnya kepada semua orang seperti apa yang telah diamalkannya.
Telah disebutkan bahwa amal orang-orang yang masih hidup ditampilkan kepada kaum kerabat dan kabilahnya yang telah mati di alam Barzakh, seperti apa yang diriwayatkan oleh Abu Daud At-Tayalisi, bahwa telah menceritakan kepada kami As-Silt ibnu Dinar, dari Al-Hasan, dari Jabir ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
"إن أَعْمَالَكُمْ تُعْرَضُ عَلَى أَقْرِبَائِكُمْ وَعَشَائِرِكُمْ فِي قُبُورِهِمْ، فَإِنْ كَانَ خَيْرًا اسْتَبْشَرُوا بِهِ، وَإِنْ كَانَ غَيْرَ ذَلِكَ قَالُوا: "اللَّهُمَّ، أَلْهِمْهُمْ أَنْ يَعْمَلُوا بِطَاعَتِكَ".

Sesungguhnya amal-amal kalian ditampilkan kepada kaum kerabat dan famili kalian di dalam kubur mereka Jika amal perbuatan kalian itu baik, maka mereka merasa gembira dengannya. Dan jika amal perbuatan kalian itu sebaliknya, maka mereka berdoa, "Ya Allah, berilah mereka ilham (kekuatan)untuk mengamalkan amalan taat kepada-Mu."
Imam Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, dari Sufyan, dari orang yang telah mendengarnya dari Anas, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
"إِنَّ أَعْمَالَكُمْ تُعْرَضُ عَلَى أَقَارِبِكُمْ وَعَشَائِرِكُمْ مِنَ الْأَمْوَاتِ، فَإِنْ كَانَ خَيْرًا اسْتَبْشَرُوا بِهِ، وَإِنْ كَانَ غَيْرَ ذَلِكَ قَالُوا: اللَّهُمَّ، لَا تُمِتْهُمْ حَتَّى تَهْدِيَهُمْ كَمَا هَدَيْتَنَا"
kalian ditampilkan kepada kaum kerabat dan famili kalian yang telah mati. Jika hal itu baik maka mereka bergembira karenanya; dan jika hal itu sebaliknya, maka mereka berdoa, "Ya Allah, janganlah Engkau matikan mereka sebelum Engkau beri mereka hidayah, sebagaimana Engkau telah memberi kami hidayah.”
Imam Bukhari mengatakan, Siti Aisyah pernah berkata bahwa apabila kamu merasa kagum dengan kebaikan amal seorang muslim, maka ucapkanlah firman-Nya: Bekerjalah kalian, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaan kalian itu. (At-Taubah: 105) 
Dalam hadis terdapat hal yang semisal dengan asar di atas. 
قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا يَزِيدُ، حَدَّثَنَا حُمَيد، عَنْ أَنَسٍ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "لَا عَلَيْكُمْ أَنْ تَعْجَبُوا بِأَحَدٍ حَتَّى تَنْظُرُوا بِمَ يُخْتَمُ لَهُ؟ فَإِنَّ الْعَامِلَ يَعْمَلُ زَمَانًا مِنْ عُمُرِهِ -أَوْ: بُرهَة مِنْ دَهْرِهِ -بِعَمَلٍ صَالِحٍ لَوْ مَاتَ عَلَيْهِ لَدَخَلَ الْجَنَّةَ، ثُمَّ يَتَحَوَّلُ فَيَعْمَلُ عَمَلًا سَيِّئًا، وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَعْمَلُ الْبُرْهَةَ مِنْ دَهْرِهِ بِعَمَلٍ سَيِّئٍ، لو مَاتَ عَلَيْهِ دَخَلَ النَّارَ، ثُمَّ يَتَحَوَّلُ فَيَعْمَلُ عَمَلًا صَالِحًا، وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدٍ خَيْرًا اسْتَعْمَلَهُ قَبْلَ مَوْتِهِ". قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ يَسْتَعْمِلُهُ: قَالَ: "يُوَفِّقُهُ لِعَمَلٍ صَالِحٍ ثُمَّ يَقْبِضُهُ عَلَيْهِ"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Humaid, dari Anas, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Janganlah dahulu kalian merasa kagum dengan (amal) seseorang sebelum kalian melihat apa yang diamalkannya pada penghujung usianya. Karena sesungguhnya seseorang melakukan amalnya pada suatu masa atau suatu hari dari usianya dengan amal yang saleh. Seandainya ia mati dalam keadaan mengamalkannya, niscaya ia masuk surga. Akan tetapi keadaannya berubah, ia mengamalkan amalan yang buruk. Dan sesungguhnya seorang hamba benar-benar mengerjakan suatu amal buruk dalam suatu saat dari usianya. Seandainya ia mati dalam keadaan mengamalkannya, niscaya ia masuk neraka. Tetapi keadaannya berubah, lalu ia mengamalkan amalan yang saleh. Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi hamba-Nya, maka Dia memberikan dorongan kepadanya untuk beramal sebelum matinya. 
Para sahabat bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah caranya Allah memberikan dorongan untuk beramal kepadanya?" Rasulullah Saw. bersabda, "Allah memberinya taufik (bimbingan) untuk melakukan amal saleh, kemudian Allah mencabut nyawanya dalam keadaan demikian." 
Dari penafsiran tersebut di atas dapat diambil suatu kesimpulan tentang penafsiran Surat at-Taubah ayat 105, sebagai barikut:
1. Manusia     diharuskan     untuk    bekerja     sesuai    kehendak     hati dengan memperhatikan manfaat pekerjaan yang dilakukan, serta untuk meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
2. Setiap pekerjaan  yang manusia  kerjakan  akan dilihat oleh Allah dan Rasul- Nya.
3. Para  mukminin  akan  menjadi  saksi  dari  pekerjaan  yang  dikerjakan  oleh manusia.
4. Semua amal-amal manusia akan dikembalikan kelak di akhirat nanti.
5. Dan manusia akan mendapatkan ganjaran dari segala amal perbuatan manusia yang  dikerjakan  dimuka  bumi.  Jika  perbuatan  mereka  bijak,  maka  akan mendapat pahala, dan jika berbuat maksiat akan mandapat siksa dari Allah.









BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Bekerja adalah suatu cara untuk memenuhi kebutuhan manusia baik baik kebutuhan fisik, psikologis, maupun social. Kerja juga dapat diartikan sebagai sesuatu yang dilakukan oleh seseorang sebagai profesi untuk mendapatkan penghasilan. Dalam bekerja tentu ada Etika kerja, Kontrak kerja dan Ketentuan – ketentuan dalam bekerja.
Metode  Tafsir Tahlili merupakan penafsiran ayat al-Quran dengan cara berurutan sesuai urutan surah yang ada pada al-Quran, dengan cara menganalisis dari semua aspek, baik dari segi kosa kata, lafal dari aspek bahasa, serta makna.
Manusia diharuskan untuk bekerja sesuai kehendak hati dengan memperhatikan manfaat pekerjaan yang dilakukan, serta untuk meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat.


DAFTAR PUSTAKA

Asmoro, Toto. 2002. Membudayakan Etos Kerja Islami. (Gema Insani: Jakarta)
Dr. Ir. H. Purwanto, SK., dkk. 2006. Etika Membangun Masyarakat Islam Modern. (Graha Ilmu: Yogyakarta dan Universitas Mercubuana: Jakarta  Barat)
Tasmara, Toto. 1995. Etos Kerja Pribadi Muslim. (PT. Dana Bhakti Prima Yasa: Yogyakarta)  
Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur‟an (Jakarta: Pustaka Pelajar, 1988).
Katsir, IV. 2006. Tafsir Ibnu Katsir.  Jakarta: Pustaka Imam Syafi’i
Kajian Tafsir Al-Qur’an di akses pada tanggal 27 Mei 2018 jam 13.55
http://eprints.walisongo.ac.id/660/4/083111128_Bab3.pdf 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

ANALISIS UNIVARIAT, BIVARIAT DAN MULTIVARIAT

Penerapan Statistika Dalam Kehidupan Sehari-hari (Fitri Hidayatuz Zahroh)

Distribusi Poisson dan Penerapannya Dalam Kehidupan Sehari-hari