Tafsir surat At-Taubah ayat 103 dengan metode ijmali
NAMA : Devi Septianingrum
KELAS : 4 Perbankan Syariah C
NIM : 1617202093
TUGAS : Tafsir dan Hadis Ekonomi Makro
DOSEN : Dr.Hj. Naqiyah, M.Ag.
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pemerintah memegang peranan penting dalam pencapaian
kesejahteraan masyarakat pada suatu negara. Pada periode 1960-1965,
perekonomian Indonesia menghadapi masalah yang berat sebagai akibat dari
kebijakan pemerintah yang lebih mengutamakan kepentingan politik. Doktrin
ekonomi terpimpin telah menguras hampir seluruh potensi ekonomi Indonesia
akibat membiayai proyek-proyek politik pemerintah. Sehingga tidak mengherankan
jika pada periode ini pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) sangat rendah,
laju inflasi sangat tinggi hingga mencapai 635% pada 1966, dan investasi
merosot tajam.
Diantara berbagai harta yang dimiliki juga terdapat
hak orang lain yang harus kita berikan baik yang berupa zakat, infaq, shadaqah,
dan lain sebagainya. Salah satunya zakat merupakan bagian dari rukun Islam. Dan
dimakalah ini kita juga akan belajar menafsirkan ayat al-Qur’an dengan salah
satu metode penafsiran.
B. Rumusan
Masalah
1. Ayat
Al-Qur’an apa yang berkaitan dengan perekonomian islam?
2. Metode
apa yang digunakan untuk menafsirkan ayat tersebut?
3. Apa
pengertian dari zakat sendiri?
4. Apa
pengertian kebijakan moneter?
C. Tujuan
1. Mengetahui
ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan ekonomi
2. Mengetahui
metode yang digunakan
3. Mengetahui
pengertian zakat
4. Mengetahui
kebijakan moneter
BAB
II
PEMBAHASAN
A. MENGGUNAKAN
CADANGAN UANG BUKAN CADANGAN BUNGA
Kebijakan moneter ialah peraturan dan ketentuan yang
dikeluarkan oleh otoritas moneter (bank sentral) untuk mengendalikan jumlah
uang beredar. Agar ekonomi tumbuh lebih cepat, bank sentral bisa memberikan
lebih banyak kredit kepada sistem perbankan melalui operasi pasar terbuka, atau
bank sentral menurunkan persyaratan cadangan dari bank-bank atau menurunkan
tingkat diskonto, yang harus dibayar oleh bank jika hendak meminjam dari bank
sentral. Akan tetapi, apabila ekonomi tumbuh terlalu cepat dan inflasi menjadi
masalah yang semakin besar, maka bank sentral dapat melakukan operasi pasar
terbuka (open market operations), menarik uang dari sistem perbankan, menaikan
persyaratan cadangan minimum (reserve requirement), atau menaikan tingkat
diskonto (interest or discount rate).[1]
Kebijakan moneter tanpa bunga, bunga sesungguhnya
merupakan sumber permasalahan yang mengakibatkan ketidakstabilan perekonomian
(Irfan,Syauqi Beik, dalam Republika 17 Oktober 2005). Karena bunga adalah
instrument yang menyebabkan ketidakseimbangan sector riil dan moneter. Contoh sederhana : misalkan seseorang
memiliki aset Rp 1 miliar dan dia dihadapkan pada dua pilihan investasi, yakni
deposito di bank dengan bunga 10 persen setahun dan satu investasi di sektor
riil yang menjanjikan return sebesar 10 persen setahun. Secara rasional bisa
diduga orang tersebut akan memilih deposito, karena pilihan itu memberikan
kepastian return. Sedangkan investasi di sector riil masih ada risiko kegagalan
dan ketidakpastian. Dari contoh sederhana ini kita bisamelihat bahwa bunga
memang menciptakan jarak antara sector keuangan dengan sector riil. Akibatnya,
kondisi moneter tidak mencerminkan sector riil, sebaliknya kondisi sektor riil
juga tidak mencerminkan kondisi moneternya. Maka tidak mengherankan bila jumlah
uang yang beredar di pasar uang mencapai US $500 triliun. Sedangkan jumlah uang
yang beredar di pasar barang dan jasa hanya sebesar US $ triliun (World Bank.
2004).[2]
B. ZAKAT
Zakat merupakan salah satu rukun islam ke-3 yang
harus dilaksanakan oleh setiap muslim yang mempunyai kelebihan harta yang sudah
cukup nisabnya. Jika sudah, maka ia wajib mengeluarkan zakat sesuai dengan
peraturan dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh syariat islam. Zakat terbagi
menjadi dua, yaitu: zakat fitrah yang kaitannya langsung pada diri seseorang,
dan zakat mal yang berkaitan dengan harta kekayaan seseorang. Kedua macam zakat
tersebut merupakan wujud kepedulian Islam terhadap nasib orang yang tidak
mampu.
1. Pengertian
zakat fitrah
Zakat fitrah menurut
lughat (bahasa) ialah membersihkan /menyucikan yang berkaitan dengan asal
kejadian manusia. Zakat fitrah menurut istilah adalah zakat yang wajib
dikeluarkan oleh setiap orang Islam laki-laki ataupun perempuan, tua atau muda,
untuk dirinya sendiri dan orang-orang Islam yang wajib ia nafkahi, dengan cara
mengeluarkan bahan makanan pokok sesuai kadar yang telah ditentukan oleh
syariat Islam.
Hukum zakat fitrah :
Mengeluarkan zakat
fitrah hukumnya faru’ain yaitu wajib atas setiap umat Islam laki-laki atau
perempuan, tua atau muda, dan termasuk anak yang baru dilahirkan ibunya.
Rukun zakat fitrah :
Adapun
yang termasuk rukun zakat fitrah adalah sebagai berikut.
a. Niat berzakat fitrah baik untuk diri sendiri
maupun untuk orang yang menjadi tanggung jawabnya.
b. Orang yang mengeluarkan zakat (muzaki).
c. Orang yang menerima zakat fitrah (mustahik).
d. Makanan pokok yang dizakatkan.
Ketentuan waktu
mengeluarkan zakat fitrah
Ada beberapa waktu dan hukum diperbolehkannya
membayar zakat fitrah, yaitu sebagai berikut.
a. Waktu yang diperbolehkan (mubah) yaitu mulai
awal bulan Ramadhan sampai akhir Ramadhan, disebut ta’jil.
b. Waktu wajib, yaitu mulai terbenamnya matahari
di penghabisan bulan Ramadan.
c. Waktu afdal, artinya waktu yang paling baik,
yaitu setelah fajar tiba sebelum salat Idul Fitri. Sebagaimana sabda Rasulullah
saw. Yang artinya : Dati Ibnu Abbas, katanya: “Telah diwajibkan oleh Rasulullah
saw. Zakat fitrah sebagai pembersih jiwa bagi orang yang berpuasa dan memberi
makan orang miskin. Barang siapa yang menunaikan sebelum salat Hari Raya, maka
zakat itu diterima; dan barang siapa membayar sesudah salat, maka zakat itu
sebagai sedekah biasa.”(HR Abu Daud dan Ibnu Majah)
d. Waktu haram, yaitu setelah terbenam matahari
pada hari raya.
2. Pengertian
zakat mal
Zakat menurut bahsa
artinya menyucikan. Menurut bahasa Arab, zakat berasal dari kata tazkiyah yang
berarti menyucikan harta benda yang dimiliki. Zakat mal menurut istilah adalah
membersihkan harta dengan mengeluarkan sebagaian kecil dari harta yang dimiliki
seseorang muslim untukdiberikan kepada orang-orang yang berhak menerimanya
(mustahik) sesuai dengan ketentuan Islam.
Hukum zakat mal :
Mengelurkan zakat mal hukumnya fardu’ain yaitu wajib atas
setiap orang Islam yang mampu dan telah memenuhi syarat-syaratnya. Bagi orang
yang telah memenuhi syarat, jika tidak mau mengeluarkan zakat malnya, maka ia
termasuk orang yang ingkar kepada Allah swt. dan termasuk berdosa.
Rukun zakat mal :
Seperti halnya zakat fitrah, zakat mal juga mempunyai rukun,
yaitu sebagai berikut.
a. Niat mengelurkan zakat.
b. Orang yang berzakat.
c. Orang yang menerima zakat, dan
d. Barang yang dizakatkan.
Jenis harta yang wajib
dizakatkan dan nisabnya :
Adapun
jenis-jenis harta benda yang wajib dikeluarkan zakatnya, antara lain adalah: a.
Emas; b. Perak; c. Perniagaan; d. Perternakan; e. Hasil pertanisn (makanan
pokok; f. Barang temuan/barang tambang (rikaz); g. Harga kekayaan
lainnya,seperti uang; dan lain-lain.[3]
Perintah Memungut Zakat
Surat At-Taubah Ayat 103 :
خذ من اموالهم صدقة تطهر هم وتزكيهم
بها وصل عليهم ان صلتك سكن لهم
“Ambilah zakat dari
sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka, dan mendoalah untuk
mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka….”
B. AZBAB
AL-NUZUL
Ambilah Sedekah dari
Harta Mereka
خذ
من اموالهم صدقة تطهر هم وتزكيهم بها وصل عليهم ان صلتك سكن لهم
“Ambilah zakat dari
sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan mereka, dan mendoalah untuk
mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka….”
Menurut keterangan Sayuti, sebab turun ayat ini
ialah, salah seorang yang tinggal tidak turut berperang bersama dengan Nabi,
setelah kembali dari medan perang, datang kepada nabi membawa hartanya. Pada
mulanya Nabi Muhammad SAW. Tidak mau menerima persembahan hartanya itu, tetapi
dengan turunnya ayat ini, beliau mengambil sepertiga dari padanya.
Selanjutnya Suyuthi menjelaskan, dari peristiwa ini
dapat diketahui bahwa sedekah itu juga merupakan satu kafarat dari kesalahan
yang telah dilakukan. Karena itu tiap-tiap orang yang telah mengerjakan dosa,
sunnahlah dia bersedekah sebagai kafarat, karena Allah SWT. Berfirman, “Bahwasannya
kebijakan itu menghapuskan kejahatan”. Sebagian ulama mengatakan bahwa
sedekah yang dimaksud dalam ayat ini bukanlah sedekah sunnah, melainkan sedekah
fardhu sebagai zakat hartanya.[4]
C. METODE
DAN PENAFSIRAN
Methodologi
merupakan terjemahan dari bahasa inggris, methodology, yang pada dasarnya
berasal dari bahasa Latin methodus dan Logia yang kemudian diserap oleh bahasa
Yunani menjadi methodos yang berarti cara atau jalan dan Logos yang berarti
kata atau pembicaraan. Dengan demikian, metodologi merupakan wacana tentang
cara melakukan sesuatu.tafsir secara bahasa, berasal dari kata bhasa Arab,
fassara-yufassiru-tafsiiran yang berarti penjelasan, pemahaman, dan perincian.
Dengan demikian, secara singkat
dapat diambil suatu pengertianbahwa yang dimaksud dengan metodologi tafsir
adalah suatu prosedur sistematis yang diikuti upaya memahami dan menjelaskan
maksud kandungan al-Qur’an.
Apabila dilihat dari segi metode dan sistem
penjelasannya ada beberapa macam tafsir diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Tafsir
ijmali
Tafsir ijmali adalah
menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an secara global, dari ayat ke ayat mengikuti
tertib mushaf.
b. Tafsir
muqarin
Tafsir muqarin
menjelaskan ayat al-Qur’an dengan menggunakan cara komparasi.
c. Tafsir
tahlili
Tafsir tahlili adalah penafsiran
ayat al-Qur’an dari segala seginya dengan mengikuti urutan mushaf dengan
meneliti arti mufradat-Nya, kandungan makna, dan tujuan pembicaranya di dalam
tiap-tiap susunan katanya, munasabat antar ayat-ayatnya.
d. Tafsir
maudhu’i
Tafsir maudhu’i adalah
menghimpun ayat-ayat al-Qur’an yang memiliki satu tujuan, satu topik dan
menerbitkannya sedapat mungkin sesuai dengan tertib masa turunnya.
e. Tafsir
progresif
Pada dasarnya tafsir
progresif adalah tafsir maudhu’i (tematik) dengan menggunakan pradigma kekinian.
Dari ayat diatas metode yang akan digunakan untuk
mentafsirkan adalah dengan menggunakan tafsir ijmali pembahasannya secara
popular tidak terlalu mendalam, yang dapat diserap oleh orang-orang yang hanya
mempunyai bekal ilmu pengetahuan sedikit, sebagai konsumsi untuk orang awam.
Adapun karakteristik tafsir ijmali adalah dibahas dengan mengikuti urutan
mushaf, ditafsirkan secara global, dangkal, dan hanya meliputi yang ditunjuk
oleh ayat sehingga dapat terdiri atas beberapa topic sesuai dengan ayat yang
sedang dibahas dan dipaparkan secara deskriptif.[5]
Perintah Allah pada permulaan ayat ini ditunjukan
kepada Rasulnya, agar Rasulullah sebagai pemimpin mengambil sebagian dari harta
benda mereka sebagai sedekah atau zakat. Ini untuk menjadi bukti kebenaran
tobat mereka, karena sedekah atau zakat tersebut akan membersihkan diri mereka
dari dosa yang timbul karena mangkirnya mereka dari peperangan dan untuk
mensucikan diri mereka dari sifat “cinta harta” yang mendorong untuk mangkir
dari peperangan itu. Selain itu sedekah atau zakat tersebut akan membersihkan
diri mereka pula dari semua sifat-sifat jelek yang timbul karena harta
benda,seperti kikir, tamak, dan sebagainya. Oleh karena itu, Rasul mengutus
para sahabat untuk menarik zakat dari kaum Muslimin.
Di samping itu, dapat dikatakan bahwa penunaian
zakat berarti membersihkan harta benda yang tinggal, sebab pada harta benda
seseorang terdapat hak orang lain, yaitu orang-orang yang oleh agama islam
telah ditentukan sebagai orang-orang yang berhak menerima zakat. Selama zakat
itu belum dibayarkan oleh pemilik harta tersebut, maka selama itu pula harta
bendanya tetap bercampur dengan hak orang lain, yang haram untuk di makannya.
Akan tetapi, bila ia mengeluarkan zakat dari hartanya itu, maka harta tersebut menjadi
bersih dari hak orang lain. Orang yang mengeluarkan zakat terbebas dari sifat
kikir dan tamak. Menunaikan zakat akan menyebabkan keberkahan pada sisa harta
yang masih tinggal, sehingga ia tumbuh
dan berkembang biak. Sebaliknya bila zakat itu tidak dikeluarkan, maka harta
benda seseorang tidak akan memperoleh keberkahan.
Perlu diketahui, walaupun perintah Allah dalam ayat
ini pada lahirnya ditujukan kepaa Rasul-Nya, dan turunnya ayat ini berkenaan
dengan peristiwa Abu Lubabah dan kawan-kawannya namun hukumnya juga berlaku
terhadap semua pemimpin atau penguasa dalam setiap masyarakat muslim, untuk
melaksanakan perintah Allah dalam masalah zakat ini, yaitu untuk memungut zakat
tersebut dari orang-orang islam yang wajib berzakat, dan kemudian membagi-bagikan
zakat itu kepada yang berhak menerimanya. Dengan demikian, maka zakat akan
dapat memenuhi fungsinya sebagai sarana yang efektif untuk membina
kesejahteraan masyarakat.
Selanjutnya dalam ayat ini Allah memerintahkan
kepada Rasul-Nya, dan juga kepada seiap pemimpin dan penguasa dalam masyarakat,
agar setelah melakukan pemungutan dan pembagian zakat, mereka berdoa kepada
Allah bagi keselamatan dan kebahagiaan pembayar zakat. Doa tersebut akan
menenagkan jiwa mereka dan akan menentramkan hati mereka, serta menimbulkan
kepercayaan dalam hati mereka bahwa Allah benar-benar telah menerima tobat
mereka.
BAB
III
KESIMPULAN
Metode
penafsiran dilihat dari segi metode dan sistem penjelasannya ada beberapa macam
tafsir diantaranya adalah Tafsir ijmali, Tafsir muqarin, Tafsir tahlili, Tafsir
maudhu’i, Tafsir progresif. Dari ayat diatas (Surat At-Taubah
ayat 103) metode yang digunakan untuk
mentafsirkan adalah dengan menggunakan tafsir ijmali pembahasannya secara
popular tidak terlalu mendalam, yang dapat diserap oleh orang-orang yang hanya
mempunyai bekal ilmu pengetahuan sedikit, sebagai konsumsi untuk orang awam.
Adapun karakteristik tafsir ijmali adalah dibahas dengan mengikuti urutan
mushaf, ditafsirkan secara global, dangkal, dan hanya meliputi yang ditunjuk
oleh ayat sehingga dapat terdiri atas beberapa topic sesuai dengan ayat yang
sedang dibahas dan dipaparkan secara deskriptif.
DAFTAR
PUSTAKA
Al
Arif, M. Nur Rianto. 2010. Teori Ekonomi
Islam. Bandung : Penerbit Alfabeta.
Mustafa
Edwin Nasution dkk. 2006 . Pengenalan Ekslusif : Ekonomi Islam. Jakarta :
Penerbit Kencana.
Multahim,
dkk. 2007. Agama Islam: Penuntun Akhlak.
Jakarta : Penerbit Yudhistira.
Syekh.
H. Abdul Halim Hasan.2006. Tafsir Al-Hakam. Jakarta: Penerbit Kencana.
Dr.Naqiyah
Mukhtar, M.Ag. 2013. Ulumul Qur’an. Purwokerto:
Penerbit STAIN Press.
[1] M. Nur Rianto
Al Arif, Teori Ekonomi Islam, (Bandung: Penerbit Affabeta, 2010), hlm.
98
[2] Mustafa Edwin
Nasution dkk, Pengenalan Ekslusif: Ekonomi Islam, (Jakarta : Penerbit
Kencana, 2006),hlm. 262
[3] Multahim, dkk,
Agama Islam: Penuntun Akhlak, (Jakarta : Penerbit Yudhistira, 2007),
hlm.93-98
[4] Syekh. H. Abdul
Halim Hasan, Tafsir Al-Hakam, (Jakarta: Penerbit Kencana, 2006) hlm.
502-503
[5] Naqiyah
Mukhtar, Ulumul Qur’an, (Purwokerto: Penerbit STAIN Press, 2013). hlm. 173-175
Komentar
Posting Komentar