HAK UNTUK BEKERJA




Nama : Fitriya Ningsih
Nim     : 1617202098
Mata Kuliah : Tafsir Hadits Ekonomi Makro
Dosen Pengampu : Dr. Hj. Naqiyah, M.Ag.


BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Dalam Islam bekerja merupakan sesuatu yang dianjurkan. Islam adalah agma yang tidak hanya mengatur masalah akhirat saja tetapi juga mengatur masalah duniawi. Salah satunya yang paling berpengaruh didunia sekarang ini yaitu bekerja. Dalam ekonomi bekerja adalah suatu kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan guna utnuk memenuhi kebutuhan hidup. Bekerja identik dengan gaji atau uang dimana ketika melakukan peekerjaan/bekerja mengahrapkan sebuah upah yang dapat menunjang kebutuhan untuk kehidupan sehari-hari. Nabi Muhammad sebagai suri tauladan umat Islam telah memberikan contoh bagaimana beliau bekerja dan berusaha untuk urusan dunia dengan usaha sungguh-sungguh. Bahkan Ali bin Abi Thalib sebagaimana sahabat nabi yang paling dekat dengan beliau pernah memberikan nasihat kepada para sahabat “berkerjalah kamu untuk urusan duniamu seolah-seolah kamu akan hidup selamanya, dan bekerjalah kamu untuk urusan akhiratmu seolah-seolah kamu akan mati besok.[1]
Bekerja adalah salah satu ibadah untuk memenuhi kebutuhan hidup dan untuk mencari ridha Allah Swt. Sehingga dalam makalah ini akan menjelaskan secara sederhana bagaimana tentang landasan untuk bekerja atau memperkerjakan seseorang dengan memberi upah sesuai dengan Al-Qur’an surat Al-Qasas ayat : 26



B.  Rumusan Masalah
1.      Apa itu tenaga kerja dalam ekonomi islam dalam ayat al-quran?
2.      Apa metode yang digunakan dalam menafsirkan ayat ?
3.      Bagaimana penafsiran al-quran surat al-qasas :26 tersebut?
4.      Bagaimana refleksi kaitannya dengan ekonomi islam?
C.  Tujuan
1.      Mengetahui tenaga kerja dalam ekonomi islam.
2.      Mengetahui metode yang digunakan dalam menafsirkan ayat.
3.      Mengetahui penafsiran al-quran surat al-qasas :26 tersebut.
4.      Mengetahui refleksi yang berkaitan dengan ekonomi islam.

BAB II
PEMBAHASAN
A.  AL-OUR’AN SURAT AL-QASAS : 26

قَالَتْ إِحْدَىٰهُمَا يَٰٓأَبَتِ ٱسْتَـْٔجِرْهُ ۖ إِنَّ خَيْرَ مَنِ ٱسْتَـْٔجَرْتَ ٱلْقَوِىُّ ٱلْأَمِينُ
Artinya: “Salah seorang dari kedua wanita itu berkata “Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik kamu ambil untuk bekerja adalah orang yang kuat (kemampuan dan keahlian sesuai bidang pekerjaan) lagi dapat dipercaya (jujur dan tanggung jawab)”. (Q.S. Al-qasas : 26).
B.     METODE TAFSIR IJMALI
Metode adalah jamak dari kata Manahij yang berarti cara yang jelas dalam mengungkapkan sesuatu, atau dalam mengerjakan sesuatu, atau dalam mempelajari sesuatu sesuai dengan prinsip-prinsip tertentu yang pada gilirannya dapat menyampaikan tujuan-tujuan tertentu. Jadi, manahij at-tafsir adalah metode yang jelas dalam menafsirkan al-qur’an.
Tafisr Ijmali adalah menjelaskan ayat-ayat al-qur’an secara global, dari ayat ke ayat mengikuti tertib mushaf. Pembahasannya secara populer tidak terlalu mendalam, yang dapat diserap oleh orang-orang yang hanya mempunyai bekal ilmu pengetahuan sedikit, sebagai konsumsi untuk orang awam. Contohnya adalah Tafsir Jalalyn dan al-Bayan : Tafsir Penjelas al-Qur’anul Karim karya Teuku Muhammad Hasbi ash Shiddieqy.
Karakteristik tafsir ijmali yaitu dapat dibahas dengan mengikuti urutan mushaf, kemudian ditafsirkan secara global(keseluruhan), dangkal, dan hanya meliputi yang ditunjuk oleh ayat sehingga dapat terdiri atas beberapa topik sesuai dengan ayat yang sedang dibahas dan dipaparkan secara deskriptif.[2]
           
C. TAFSIR ALQUR’AN

Tafsir Surat Al-qasas : 26 Sesuai Metode Ijmali
Bahwa tafsir ijmali ini digunakan dengan mengikuti mushaf, ditafsirkan secara global, dangkal dan meliputi surat al-qasas ini ayat 26 dapat dibahas dan dipaparkan secara deskriptif. Pada ayat ini dijelaskan bahwa seorang wanita yang memerintahkan kepada ayahnya untuk memperkerjakan seorang laki-laki untuk bekerja (menggembala kambing) karena ia kuat dan dapat dipercaya untuk melakukan suatu pekerjaan dengan baik tidak dikhawatirkan akan menghianati amanat yang diberikan. Dan kebetulan ayah dari wanita tersebut tidak memiliki seorang anak laki-laki dan tidak memiliki pembantu. Sehingga ayah tersebut setuju dengan tawaran dari anak perempuannya. Yang pada akhirnya laki-laki tersebut jatuh cinta kepada wanita tersebut, kemudian ayah dari sang perempuan tersebut menikahkannya.

Tafsir Jalalayn
(Salah seorang dari kedua wanita itu berkata) yakni wanita yang disuruh menjemput Nabi Musa yaitu yang paling besar atau yang paling kecil (“Ya bapakku! Ambilah dia sebagai orang yang bekerja pada kita) sebagai pekerja kita, khusus untuk menggembalakan kambing milik kita, sebagai ganti kami (karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja pada kita ialah orang yang kuat lagi dipercaya”) maksudnya, jadikanlah ia pekerja padanya, karena dia adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya. Lalu Nabi Syuaib bertanya kepada anaknya tentang Nabi Musa. Wanita itu menceritakan kepada bapaknya semua apa yang telah dilakukan oleh Nabi Musa, mulai dari mengangkat bata penutup sumur, juga tentang perkataannya, “Berjalanlah di belakangku”. Setelah Nabi Syuaib mengetahui melalui cerita putrinya bahwa ketika putrinya datang menjemput Nabi Musa, Nabi Musa menundukkan pandangan matanya, hal ini merupakan pertanda bahwa Nabi Musa jatuh cinta kepada putrinya maka Nabi Syuaib bermaksud mengawinkan keduanya.[3]








D.  PENAFSIRAN PENULIS TERHADAP SURAT AL-QASAS : 26

Hubungannya Q.S Al-Qasas : 26 dengan ekonomi yaitu hal ini dapat dijadikan sebagai landasan dalam memperkerjakan seseorang, memberikan upah maupun sewa menyewa. Karena dalam hal upah atau imbalan terhadap suatu pekerjaan merupakan salah satu ibadah atau perwujudan ketaatan kepada Allah swt.
Dalam quran surat Al-Qasas ini terdapat tiga kata kunci yaitu ista’jirhu (ambilah upah dia sebagai pekerja), al-qawiyyu (yang kuat), al-amiinu( dapat dipercaya). Setiap pekerja yang telah bekerja mendapatkan manfaat dari jasanya tersebut sudah didapat maka hendaknya pemberi kerja atau orang yang telah menerima manfaat dari jasanya memberinya upah atas pekerjaannya tersebut. Seseorang yang telah bekerja dengan kekuatan yang ia miliki maka patut untuk diberi kompensasi, sama halnya dengan kekuatan yang dimilikinya agar seseorang tersebut dapat menikmai manfaat dari jasa yang ia miliki. Pada ayat tersebut juga diceritakan bahwa Nabi Musa yaitu seseorang yang dapat dipercaya dalam menjalankan pekerjaan. Jadi, dalam akad ijarah atau sewa menyewa baik dalam bentuk manfaat dari jasa atau manfaat dari suatu barang tersebut biasanya terdapat perjanjian baik dalam jangka waktu, maupun jasa yang diberikan. Dengan hal itu kepercayaan sangat dibutuhkan diantara keduanya contohnya pemberi sewa dan penyewa.


BAB III

PENUTUP

A.  KESIMPULAN

Dengan dijelaskannya ayat tersebut yaitu surat Al- Qasas ayat : 26, maka seseorang boleh mengangkat pekerja dan menjadi seorang pekerja dalam suatu pekerjaan. Bekerja dalam ekonomi adalah suatu kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan guna utnuk memenuhi kebutuhan hidup. Tujuan bekerja ialah selain untuk memenuhi kebutuhan hidup yaitu untuk beribadah kepada Allah sehingga mendapat ridha dari-Nya.










DAFTAR PUSTAKA

Dr. Ir. H. Purwanto, SK., dkk. Etika Membangun Masyarakat Islam Modern. (Graha Ilmu: Yogyakarta dan Universitas Mercubuana: Jakarta Barat, 2006).
Mukhtar, Naqiyah. Ulumul Qur’an. (STAIN PRESS : Purwokerto, 2013).

https://tafsirq.com/28-al-qasas/ayat-26


[1] Dr. Ir. H. Purwanto, SK., dkk. Etika Membangun Masyarakat Islam Modern. (Graha Ilmu: Yogyakarta dan Universitas Mercubuana: Jakarta Barat, 2006). Hlm. 98.
[2] Naqiyah Mukhtar. Ulumul Qur’an. (Purwokerto: STAIN PRESS, 2013). Hlm. 174
[3] https://tafsirq.com/28-al-qasas/ayat-26

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ANALISIS UNIVARIAT, BIVARIAT DAN MULTIVARIAT

Distribusi Poisson dan Penerapannya Dalam Kehidupan Sehari-hari

Penerapan Statistika Dalam Kehidupan Sehari-hari (Fitri Hidayatuz Zahroh)