Larangan Riba dalam Islam



Nama               : Regita Ayu Okta Safrina
NIM                : 1617202119
Kelas               : 4 Perbankan Syariah C
Mata Kuliah    : Tafsir dan Hadits Ekonomi Makro

 LARANGAN RIBA

A.    Pendahuluan
Al-Qur’an merupakan sumber penggalian dan pengembangan ajaran Islam dalam berbagai dimensi kehidupan manusia. Untuk melakukan penggalian dan pengembangan pemahaman Ayat-ayat Al-Qur’an, kemampuan tertentu guna mengasilakan pemahaman yang baik mengenai berbagai perilaku kehidupan manusia,
Sebagai metodologi atau rumusan dalam makalah ini, penulis ingin sedikit menyampaikan agar dalam penulisannya lebih baik dari sebelumnya untuk lebih memahami dan lebih fokus pada pembahasannya, maka ada beberapa hal yang dipaparkan dalam makalah ini yakni : Ayat dan artinya, Asbabul Nuzul, Tafsir pedapat para ulama’ Tafsir, dan Kesimpulan. Inilah yang nantinya penulis ingin uraikan sartu persatu demi untuk melatih pemahaman kita tentang ayat-ayat Riba. Istilah riba sepertinya sudah tidak asing lagi ditelinga masyarakat di Indonesia, terutama semenjak sudah semakin banyaknya masyarakat yang belajar dan memahami mengenai Agama Islam secara lebih mendalam. Pada umumnya istilah riba sering kita dengar pada bunga yang diberikan dalam kegiatan peminjaman uang atau pada bank konvesional. Sebelum membahas mengenai jenis riba, kita harus mengetahui pengertian dari riba itu sendiri.

B.      Pembahasan
1.      Pengertian Riba
Riba dari segi bahasa adalah “tambah” karena salah satu pengertian riba adalah meminta tambahan dari sesuatu yang dihutangkan. Riba ini merupakan sistem ekonomi kapitalis yang menyebabkan berdampak buruknya ekonomi masyarakat, bagaimana tidak betapa banyak sistem riba yang telah meruntuhkan bangunan-bangunan yang berdiri kokoh, orang kaya menjadi orang hina, keluarga dekat bisa menjadi musuh, dan lain sebagainya dari dampak riba.
Sedangkan pengertian riba menurut ahli fiqh Al-Mali, pengertian riba adalah akad yang terjadi atas pertukaran barang atau komoditas tertentu yang tidak diketahui perimbangan menurut syara’, ketika berakad atau mengakhiri penukaran kedua belah pihak atau salah satu dari keduanya. Menurut Abdul Rahman Al-Jaziri, pengertian riba adalah akad yang terjadi dengan pertukaran tertentu tidak diketahui sama atau tidak menurut syara’ atau terlambat salah satunya.
2.      Larangan Riba
a.       Al-Baqarah ayat 287
يَاأَيُّهَاالَّذِينَآمَنُوااتَّقُوااللَّهَوَذَرُوامَابَقِيَمِنَالرِّبَاإِنْكُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ )البقرة: ٢٧٨
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.”
b.      Sebab Turun Ayat
Ibnu Abbas berkata “Suatu ketika, bani mughirah mengadu kepada gubernur makkah, Attab bin Usaid bahwa mereka menghutangkan hartanya kepada bani Amr bin Auf dari penduduk Tsaqif. Kemudin, bani Amr bin Auf meminta penylesaian tagihan riba mereka. Atas konflik ini, Atab mengirim surat laporan kepada Rasulullah. Sebagai jawaban, turunlah ayat ini. ”(HR. Abu Ya’la dan Ibnu Mandah).
c. Penjelasan Ayat
Ayat ini adalah sebuah perintah, tetapi perintahnya adalah  untuk  meninggalkan.  Di  dalam  ushul  fiqih  larangan  terhadap sesuatu  adalah  berarti  perintah  untuk  berhenti  mengerjakan  sesuatu tersebut.  Dalam  hal  ini  larangan  untuk  mengerjakan  riba  berarti perintah untuk berhenti mengerjakan riba. Hukum asal setiap larangan adalah untuk pengharaman.
Di  dalam  Hadits  bahkan  ada  beberapa  orang  yang  terkait dengan  orang  yang  bertransaksi  riba  ini  akan  mendapat  laknat  dari Allah SWT, yaitu:
عن جابر رضى الله عنه قال : لعن رسول الله صلى الله عليه وسلم : أكل الربا وموكلها وكاتبها وشاهديه وقال : هم سوء (رواه مسلم)
“Dari Jabir r.a berkata : Rasulullah SAW melaknat pemakan riba, orang yang mewakili penulis riba, dan 2 orang yang menjadi saksi dari transaksi riba, beliau bersabda : mereka adalah sama.”
Ada pendapat yang mengatakan bahwa keharaman riba adalah jika  dilakukan  dengan  berlipat  ganda  sebagaimana  ayat  di  atas  yang menyebutkan  larangan  untuk  tidak  memakan  riba  dengan  berlipat ganda.    Menjawab    hal    tersebut    bahwa    sesungguhnya    lafadz أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً  adalah  bukan  menunjukkan  bahwa  larangan  ini berlaku hanya kepada riba yang diambil dengan berlipat ganda, akan tetapi  ayat  ini  hanya  menggambarkan  bahwa  keadaan  ketika  ayat tersebut  diturunkan  bahwa  masyarakat  Arab  ketika  itu  benar-benar melakukan  perbuatan  tercela  dengan  mengambil  riba  yang  berlipat ganda.  Turunnya  ayat  ini  adalah  fase  ketika  dari  turunnya  larangan riba  yang  secara  bertahap.  Artinya  larangan  sampai  fase  yang  ketiga ini  hanya  bersifat  larangan  terbatas  (juz’i),  akan  tetapi  selanjutnya setelah turun ayat untuk fase keempat secara  jelas disebutkan  bahwa riba itu secara keseluruhan adalah haram. Haramnya riba adalah baik untuk yang sedikit maupun untuk yang banyak, baik yang mengambil keuntungan  dengan  riba  itu  yang  berlipat  ganda  maupun  yang  tidak berlipat  ganda.  Seperti  pengharaman  khomar,  bahwa  khomar  sedikit maupun banyaknya adalah haram, demikian juga dengan riba. Seperti khomar  yang  merupakan  salah  satu  budaya  dari  masyarakat  Arab ketika itu, ribapun termasuk bagian dari budaya masyarakat Arab yang sangat  kuat,  oleh  karena  itu  Allah  SWT  dalam  pengharaman  riba menurunkannya  secara  bertahap  sama  seperti  pengharaman  khomar yang juga bertahap.
Ada satu kaedah fiqh yang terkait dengan hukum riba, yaitu :
اذا اتحد الجنسان حرم الزيادة والنساء واذا اختلف الجنسان حل التفاضل دون النساء
“Jika sama bentuk kedua barang maka haram (riba fadl dan nasi’ah) dan jika berbeda bentuk kedua barang maka boleh lebih nilai satu dengan yang lain tetapi tetap haram riba nasiah.”
Dalam kaIdah ini dijelaskan bahwa riba yang sama haram  untuk  berbeda,  antara  gandum  dengan  gandum  haram  untuk ditukar dalam jumlah yang berbeda.Selanjutnyaapakah transaksi ribawi akan merusak akad/ perjanjian jual-beli?  Berdasarkan kaedah   ushul fiqih terdapat perbedaan di kalangan ulama, yaitu:
Bahwasanya larangan terhadap perkara muamalah akan menyebabkan rusaknya aqad muamalah tersebut. Artinya akad jual beli bisa batal ketika jual beli tersebut menggunakan transaksi riba di dalamnya.
3.      Perintah Menjauhi Riba
a.       Ali Imran ayat 130
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُون
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.”
b.    Sebab Turunya Ayat
Menurut Mujahid, orang Arab terbiasa melakukan transaksi jual-beli dengan jangka waktu (kredit). Jika waktu pembayaran tiba, mereka ingkar dan tidak mau membayar. Dengan demikian, bertambah besar bunganya, dan semakin pula bertambah jangka waktu pembayaran. Atas praktik tersebut, Allah menurunkan ayat tersebut (HR. Faryabi)
c.       Penjelasan Ayat
Di dalam Surat Ali Imron ayat 130 ahli Tafsir menjelaskan bahwa lafadz يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ini yang dimaksud adalah kaum Sakif atau golongan manusia dari bani Sakif, kemudian lafadz لَا تَأْكُلُوا الرِّبَاأَضْعَافًا ini yang dimaksud adalah di dalam harta dirham yang berlebihan, disusul lagi lafadz sebagai penguwat yaitu مُضَاعَفَةً ini maksudnya adala  الاجل misi atau tujuan, kemudian dilanjutkan lagi dengan kata وَاتَّقُوا اللَّهَ  takutlah kamu semua orang Iman kepada Allah di dalam memakan sesuatu yang mengandung Riba.  لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَini dengan maksud supanya kamu semua mendapatkan keselamatan dari murka seksaan Allah.
Dalam Tafsir di atas dalam Surat Ali Imron ayat 130 ini penulis simpulkan bahwa :
a. yang diperingatkan dalam ayat ini adalah Golongan Saqif, umumnya Ummat Mamusia beragama Islam,
 b. Peringatan untuk menjahui makan Riba.
 c. Takutlah kepada Allah dalam makan harta Riba, dengan harapan tidak mendapat murka dan Seksa dari Allah;
Surat Al Baqarah Ayat 275 – 276 bahwa :
الربا : الزيادة  والنمو
“Riba adalah sesuatu yang biasa dilakukan manusia  Arab  pada  masa Jahiliyah, seseorang berjual beli dengan orang lain dalam tempo waktu  tertentu, setelah datang temponya orang tersebut akan menagih ketika tagihan tidak bisa dilunasi  makaorang tersebut akan melipatgandakan pokok hartanya”
يَأْكُلُونَ الرِّبَا
Arti makan di sini adalah bermuamalah atau bertransaksi, disebutkan dengan kata makan karena pada umumnya kebanyakan   tujuan kepemilikan harta adalah untuk dimakan.
لَا يَقُومُونَ
Maksudnya dibangkitkan dari kubur pada hari kiamat  nanti. Hal ini juga seperti bacaan Abdullah bin Mas’ud yang menambahkan kata hari kiamat pada kalimat: لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ
يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ
Maksudnya berdiri tidak seimbang seperti orang gila .
مَوْعِظَةٌ
Maksudnya peringatan untuk kebaikan. Yang dimaksud disini adalah larangan untuk meninggalkan riba. Secara ringkas bahwa Ibnu Kasir menafsiri Surat Al-Baqarah ayat yang ke 275, yakni: bahwa orang yang memakan riba maka ketika mereka bangkit dari kuburannya pada hari kiamat melainkan seperti berdirinya orang gila pada saat dia mengamuk dan kesurupan Setan.
4.      Peran Masyarakat Dalam Perekonomian Islam
”Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu” (al-Anfal:41)
Praktik pengumpulan dan pendistribusian harta yang dilakukan Rasulullah inilah yang kemudian menjadi cikal bakal baitul maal.  Pada praktiknya, institusi pengumpulan dan pendistribusian harta dimasa Rasulullah belumlah berupa organisasi yang kompleks, melainkan Rasulullah dibantu oleh beberapa sahabatnya untuk mencatat pemasukan dan pengeluarannya.  Pada kenyataannya harta baitul maal dimasa Rasulullah langsung dibagikan kepada yang berhak dan untuk kemaslahatan ummat bahkan bagian dirinya dan keluarganya sendiripun seringkali dilepaskan untuk yang lebih membutuhkan dan untuk kepentingan ummat. Salah seorang sekretaris Nabi, Handhalah bin Syafiy meriwayatkan Rasulullah bersabda :
”Tetapkanlah dan ingatkanlah aku (laporkanlah kepadaku) atas segala sesuatunya.  Hal ini beliau ucapkan tiga kali.  Handhalah berkata : ”suatu saat pernah tidak ada harta atau makanan apapun padaku (di baitul maal) selama tiga hari, lalu aku laporkan pada Rasulullah (keadaan tersebut).  Rasulullah sendiri tidak tidur dan di sisi beliau tidak ada apapun”.
Pada tahun pertama kekhalifahan Abu Bakar, keadaan seperti itu berlangsung sama. Jika datang harta dari berbagai daerah taklukan langsung dibawa ke Masjid Nabawi dan langsung dibagikan.  Tetapi pada tahun kedua, pemasukan harta jauh lebih besar sehingga Abu Bakar pun menjadikan sebagian ruang dirumahnya sebagai pusat penampungan dan pendistribusian harta itu untuk kemaslahatan kaum muslimin.
Di era kekhalifahan Umar bin Khathab, perluasan kekuasaan wilayah Islam berkembang pesat. Persia dan Romawi berhasil ditaklukan, maka semakin besar volume pundi-pundi kekayaan yang mengalir ke Madinah.  Khalifah Umar pun memerintahkan untuk membangun tempat khusus sebagai tempat penampungan harta itu sekaligus ia menyusun struktur organisasi untuk mengurus aktivitas  baitul maal tersebut.

C.    Kesimpulan
Umat islam di larangf mengambil riba apapun jenisnya. Larang supaya umat islam tidak melibatkan diri dengan riba bersumber dari berbagai surah dalam al-Qur’an dan hadis rasulullah saw. Dan tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai keharamanya, sebab hal ini telah di tetapkan berdasarkan nash al-quran dan sunnah rasulullah SAW, ijma’ (consensus) kaum muslimin, termasuk madzhab yang empat.Larangan riba yang terdapat dalam al quran tidak diturunkan sekaligus melaikan diturunkan dalam beberapa tahap.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ANALISIS UNIVARIAT, BIVARIAT DAN MULTIVARIAT

Penerapan Statistika Dalam Kehidupan Sehari-hari (Fitri Hidayatuz Zahroh)

Distribusi Poisson dan Penerapannya Dalam Kehidupan Sehari-hari