Konsep Uang dalam Islam


Nama :Qiqit Liana Sari
Kelas :4 PS C
NIM :1617202116


Pendahuluan
Untuk memenuhi kepbutuhan hidupnya, masyarakat tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri melainkan membutuhkan barang atau jasa yang dihasilkan oleh orang lain. Dan untuk memperoleh barang atau jasa tersebut perlulah dilakukan adanya pertukaran barang dan jasa. Pada jaman dahlu pertukaran barang dan jasa yang dilakukan masyarakat menggunakan system barter
Uang adalah sebuah alat tukar menukar yang digunakan oleh manusia untuk memenui kebutuhan hidupnya baik itu barang maupun jasa.  Seiring dengan perkembangan jaman uang juga mengalami perkembangan. Dilihat dari sebelum bangsa barat menggunakan uang dalam transaksinya, dunia Islan sudah terlebih dahulu menggunakan uang untuk bertransaksi. Bahkan dalam Al-Qur’an sudah dijelaskan secara eksplisit dalam berbagai ayat bahwa alat pengukur nilai tersebut berupa emas dan perak. Para Fuquha juga menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan emas dan perak tersebut adalah dirham dan dinar.
Sedangkan modal sendiri  mengandung arti barang yang dihasilkan oleh alam atau buatan manusia, yang diperlukan bukan untuk memenuhi secara langsung keinginan manusia tetapi untuk membantu memproduksi barang lain yang gilirannya akan dapat memenuhi kebutuhan  manusia secara langsung dan menghasilkan keuntungan (Loucks dalam basri, 2002). Dalam makalah ini akan dijelaskan bagaimana kaitan antara uang dan modal dalam Islam serta bagaimana menafsirkan ayat yang berkaitan dengan uang dan modal sendiri.



B. Konsep Uang (Uang adalah Public Goods dan Modal adalah Private Goods)
Islam, telah lebih dahulu mengenal konsep public goods, sedangkan dalam ekonomi konvensional konsep tersebut baru dikenal pada tahun 1980-an seiring dengan berkembangnya ilmu ekonomi lingkungan yang banyak membicarakan masalah externalities, public goods dan sebagainya. Konsep publics goods tercermin dalam sabda Rasulullah SAW, yakni “Tidaklah kalian berserikat dalam tiga hal, kecuali air, api, dan rumput.” (HR Ahmad, Abu Dawud dan Ibn Majah).
Rasulullah SAW mengatakan “Manusia mempunyai hak bersama dalam tiga hal; air, rumput, dan api “ (HR Ahmad, Abu Dawud dan Ibn Majah)
Dalam Islam, uang adalah public good, public good, berarti bahwa uang pada dasarnya secara fungsional adalah milik umum, karena itu uang harus beredar di dalam perekonomian. Uang tidak boleh ditimbun (iktinaz); uang tidak boleh idle (menganggur), ia harus diproduktifkan dalam bisnis riil, seperti melalui investasi mudharabah atau musyarakah. Uang yang ditimbun akan membuat perekonomian lesu darah. Karena itu Imam Ghazali melarang menjadikan uang dinar dan dirham menjadi perhiasaan, karena menjadikannya sebagai perhiasaan berarti menarik uang dari peredaran dan memenjarakan uang. Bila uang terpenjara, itu berakibat buruk bagi perekonomian.
Ciri dari public good adalah dapat digunakan oleh masyarakat tanpa mengganggu orang lain. Contohnya jalan raya. Prasarana ini dapat digunakan oleh siapa saja dengan ketentuan masyarakat yang memilki kendaraan berpeluang lebih besar memanfaatkannya dibandingkan masyarakat yang tidak mempunyai kendaraan. Begitu pula uang, sebagai public goods, uang dimanfaatkan dalam jumlah yang lebih banyak oleh golongan kaya. Dalam hal ini, aset yang mereka miliki seperti rumah, mobil, dan saham digunakan di sektor produksi sehingga mendatangkan lebih banyak uang. Semakin tinggi tingkat produksi, semakin besar kesempatan memperoleh keuntungan dari public goods (uang) tersebut. Oleh karena itu, penimbunan (hoarding) dilarang karena menghalangi orang lain menggunakan public goods tersebut. Jadi, jika dan hanya jika private good dimanfaatkan pada sektor produksi, kita akan memperoleh keuntungan.
Dalam pandangan Al-Qur’an, uang merupakan modal serta salah satu faktor produksi yang penting. Tetapi “bukan yang terpenting”. Manusia menduduki tempat di atas modal disusul sumber daya alam. Pandangan ini berbeda dengan pandangan sementara pelaku ekonomi modern yang memandang uang adalah segala sesuatu, sehingga tidak jarang manusia atau sumber daya alam dianiaya atau diterlantarakan.
Modal tidak boleh diabaikan manusia berkewajiban meggunakannya dengan baik, agar ia terus produktif dan tidak habis digunakan.  Karena itu seorang dapat menjadikan modal sebagai private goods atau aset miliknya sendiri. Ketika uang dianggap sebagai modal, maka uang akan menjadi barang pribadi atau private goods, di mana orang dapat menyimpan, menimbun dan mengendapkan uang dari peredaran dan sirkulasi di masyarakat. Namun penimbunan (hoarding) dilarang karena menghalangi orang lain menggunakan public goods. Jadi,  dapat dikatakan modal adalah private goods jika dan hanya jika private good dimanfaatkan pada sektor produksi, karena jika tidak digunakan pada sektor produksi maka terjadilah penimbunan atau pengendapan sehingga sirkulasi uang di masyarakat terhambat.
Karena dalam konsep ekonomi Islam uang adalah milik masyarakat (money is goods public). Barang siapa yang menimbun uang atau dibiarkan tidak produktif berarti mengurangi jumlah uang beredar yang dapat mengakibatkan tidak jalannya perekonomian. Jika seseorang sengaja menumpuk uangnya tidak dibelanjakan, sama artinya dengan menghalangi proses atau kelancaran jual beli. Implikasinya proses pertukaran dalam perekonomian terhambat. Disamping itu penumpukan uang/harta juga dapat mendorong manusia cenderung pada sifat-sifat tidak baik seperti tamak, rakus dan malas beramal (zakat, infak dan sadaqah). Sifat-sifat tidak baik ini juga mempunyai imbas yang tidak baik terhadap kelangsungan perekonomian.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, uang sebaiknya tidak diendapkan dan dibaiarkan bergulir dan berputar di masyarakat, untuk dimanfaatkan dalam kegiatan sehari-hari dan juga sebagai sarana ibadah, Rasulullah SAW bersabda yang artinya :
"Pada akhir zaman, manusia dimasa itu semestinya memiliki dirham-dirham dan dinar-dinar untuk menegakkan urusan agamanya dan dunianya” (Hadits Riwayat Imam At-Tthabrani sebagaimana terdapat dalam kitab Jami'u As-Saghir karya Imam As-Sayuti)"

B. Ayat Terkait dengan Konsep Uang
Di dalam konsep uang salah satunya adalah menyatakan uang adalah public goods dan modal adalah private goods.
Berikut adalah salah satu firman Allah yang berkaitan dengan konsep tersebut, yang tercantum dalam QS. At-Taubah ayat 34 dan 35.

۞يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِنَّ كَثِيرٗا مِّنَ ٱلۡأَحۡبَارِ وَٱلرُّهۡبَانِ لَيَأۡكُلُونَ أَمۡوَٰلَ ٱلنَّاسِ بِٱلۡبَٰطِلِ وَيَصُدُّونَ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِۗ وَٱلَّذِينَ يَكۡنِزُونَ ٱلذَّهَبَ وَٱلۡفِضَّةَ وَلَا يُنفِقُونَهَا فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ فَبَشِّرۡهُم بِعَذَابٍ أَلِيمٖ )٣٤(
يَوۡمَ يُحۡمَىٰ عَلَيۡهَا فِي نَارِ جَهَنَّمَ فَتُكۡوَىٰ بِهَا جِبَاهُهُمۡ وَجُنُوبُهُمۡ وَظُهُورُهُمۡۖ هَٰذَا مَا كَنَزۡتُمۡ لِأَنفُسِكُمۡ فَذُوقُواْ مَا كُنتُمۡ تَكۡنِزُونَ )٣٥(

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya  (hal ini dengan jelas merupakan konteks penggunaan emas dan perak sebagai uang) di jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih (34). (ingatlah) pada hari ketika emas dan perak dipanaskan dalam Neraka Jahannam, lalu dengan itu disetrika dahi, lambung, dan punggung mereka (seraya dikatakan) kepada mereka, “inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah (akibat dari) apa yang kamu simpan itu”(35).”

C. Makna, Kedudukan, dan Metode Tafsir
Makna Tafsir
Tafsir menurut bahasa adalah menjelaskan dan menerangkan. Tafsir diambil dari kata al-fasr yang bermakna menjelaskan dan membuka. Dalam kamus dikatakan bahwa makna al-fasru  adalah menjelaskan dan membuka sesuatu yang tertutup. Dalam kitab al-Bahr al-Muhith, tafsir dapat pula berarti “menelanjangi” secara mutlak. Tsa’lab berakata, “Engkau katakan fasartu al-farsa’  aku menelanjangi kuda dari ikatan nya, sehingga ia keluar dari kandangnya.” Tafsir disini kembali ke makna “membuka” seakan-akan ia membuka punggung kuda itu agar ia berlari. Dari sini jelaslah bahwa kata tafsir digunakan dalam bahasa Arab dengan arti membuka secara indrawi, seperti dikatakan oleh Tsa’lab, dan dengan arti membuka secara maknawi dengan memperjelas arti-arti yang tertangkap dari zahir redaksional.

Kedudukan Ilmu Tafsir
As-Suyuti mengatakan dalam kitab al-itqan bahwa para ulama bersepakat bahwa tafsir termasuk fardhu kifayah dan merupakan salah satu dari tiga ilmu syariat yang paling utama setelah hadist dan fikih. Ilmu tafsir mendapatkan kemuliaan dari tiga segi . Pertama, dari segi objeknya yaitu kalam Allah SWT yang merupakan mata air segala hikmah, sumber segala keutamaan yang didalamnya terdapat berita umat sebelum kalian , dan berita umat setelah kalian, hukum yang terjadi diantara kalian, tidak diciptakan untuk banyak menolak, dan keajaibannya tidak pernah hilang. Kedua, dari segi tujuan karena tujuannya adalah menjaga diri dengan ikatan yang kuat dan menuju kepada kebahagiaan yang hakiki dan kekal. Ketiga, dari segi kebutuhan terhadapnya karena seluruh kesempurnaan agama, duniawi maupun ukhrawi, sangat membutuhkan ilmu-ilmu syariat pengetahuan agama, dan semua itu bergantung pada ilmu tentang kitab Allah SWT.

Metode Tafsir
Metode Tafsir yang digunakan untuk menafsirkan Al-Qur’an surat at-Taubah, 9:  ayat 34-35, yaitu Tafsir Ijmali. Tafsir Ijmali adalah menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an secara global, dari ayat ke ayat mengikuti tertib mushaf. Pembahasannya secara populer tidak terlalu mendalam, yang dapat diserap oleh orang-orang yang hanya mempunyai bekal ilmu pengetahuan sedikit, sebagai konsumsi untuk orang awam. Diantara contohnya adalah Tafsir Jalalyn dan al-Bayan:Tafsir Penjelas al-Qur’anul Karim karya Teuku Muhammad Hasbi ash Shiddieqy.
Adapun karakteristik tafsir ijmali adalah dibahas dengan mengikuti urutan mushaf  ayat-ayat Al-Qur’an secara global, dangkal, dan hanya meliputi yang ditunjuk oleh ayat sehingga dapat terdiri atas beberapa sesuai dengan ayat yang sedang dibahas dan dipaparkan secara deskriptif.




D. Tafsir Al-Qur’an surat at-Taubah, 9:  ayat 34-35
Tafsir Jalalyn:
(Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya sebagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan ) yakni mengambil dari (harta benda orang lain dengan cara yang batil) seperti menerima suap dan memutuskan hukum (dan  mereka menghalang-halangi) manusia (dari jalan Allah)  dari agama-Nya. (Dan orang-orang) lafal ini menjadi mubtada/permulaan kata (yang menyimpan emas dan perak tidak menafkahkannya) dimaksud ialah menimbunnya (pada jalan Allah) artinya mereka tidak menunaikan hak zakatnya dan tidak mebelanjakannya ke jalan kebaikan (maka beritahukanlah kepada mereka) beritakanlah kepada mereka (akan siksa yang pedih) yang amat menyakitkan. (QS At-Taubah ayat 34)

(Pada hari dipanaskan emas dan perak itu dalam neraka Jahannam lalu disetrika) dibakar (dengannya dahi, lambung, dan punggung mereka) bakaran emas-perak itu merata mengenai seluruh kulit tubuh mereka lalu dikatakan kepada mereka (“inilah harta benda kalian yang kalian simpan untuk diri kalian sendiri, maka rasakanlah sekarang dari apa yang kalian simpan itu”) sebagai pembalasnnya. (QS At-Taubah ayat 35)

Tafsir Quraish Shihab:
Wahai orang-orang Mukmin, ketahuilah bahwa banyak diantara orang alim dari kalangan Yahudi dan rahib-rahib Nasrani yang menghalalkan harta orang secara tidak benar, menyalahgunakan kepercayaan dan ketundukan orang lain kepada mereka dalam setiap perkataan mereka, dan menghalang-halangi orang masuk Islam. Wahai Nabi, orang-orang yang menguasai dan menyimpan harta berupa emas maupun perak dan tidak menunaikan zakatnya, ingatkanlah mereka akan siksa yang sangat pedih. (QS At-Taubah ayat 34)
Pada hari kiamat, semua harta benda itu akan dijadikan bahan bakar di neraka Jahannam yang menghanguskan hati, lambung, dan punggung pemiliknya. Lalu dikatakan kepada mereka, sebagai suatu penghinaan, “Inilah apa yang kalian simpan untuk diri kalian, sementara kalian tidak memenuhi hak Allah. Rasakanlah sekarang siksa yang amat pedih. (QS At-Taubah ayat 35)



Tafsir Ibnu Katsir
Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih. (QS At-Taubah ayat 34)
Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka Jahannam, lalu dibakar dengannya dahi mereka, Lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, Maka rasakanlah sekarang (akibat dari) apa yang kamu simpan itu." (QS At-Taubah ayat 35)

E. Refleksi Dari Ayat
Dari ayat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa sebagai seorang muslim hendaknya kita tidak menimbun harta kekayaan sebanyak mungkin dan tidak mau mengeluarkannya pada jalan Allah. Karena sebenarnya orang mukmin adalah orang yang mau mengeluarkan apa yang diberikan oleh Allah kepadanya dalam bentuk rezeki karena di dalam harta itu ada hak orang miskin, orang meminta-minta yang telah ditentukan.

Daftar Pustaka
Karim, Adiwarman Azwar. 2002.Ekonomi Islam Suatu Kajian Ekonomi Makro. IIITIndonesia:Jakarta.
Mukhtar,Naqiyah.2013.Ulumul Quran.Purwokerto:STAIN Press.
Suprayitno,eko. 2005.Ekonomi Islam. Yogyakarta:Graha Ilmu.
Ilyas,Rahmat,”Konsep Uang Dalam Perspektif Ekonomi Islam”,Dimuat dalam Jurnal Bisnis dan Manajemen Islam, Vol.4, No. 1, Juni 2016.
Mansur,Ahmad,”Konsep Uang dalam Perspektif Ekonomi Islam dan Ekonomi Konvensional”.Dimuat dalam Jurnal Al-Qānūn, Vol. 12, No. 1, Juni 2009.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ANALISIS UNIVARIAT, BIVARIAT DAN MULTIVARIAT

Distribusi Poisson dan Penerapannya Dalam Kehidupan Sehari-hari

Penerapan Statistika Dalam Kehidupan Sehari-hari (Fitri Hidayatuz Zahroh)