FUNGSI UANG SEBAGAI ALAT TUKAR




NAMA                  Septi Dwi Restia Budi        
NIM                      : 1617202121
SEMESTER         : 4 PS C
FAK/JUR              : FEBI/PERBANKAN SYARIAH
MATA KULIAH : TAFSIR HADITS IQTISAD 2

FUNGSI UANG SEBAGAI ALAT TUKAR
(ALAT PEMBAYARAN)

  A.    PENDAHULUAN
Dalam masyarakat yang maju, dikenal alat pertukaran dan satuan pengukur nilai untuk melakukan sebuah transaksi. Islam telah mengenal alat pertukaran dan pengukur nilai tersebut, bahkan Al quran secara eksplisit menyatakan alat pengukur nilai tersebut berupa emas dan perak dalam berbagai ayat. Para fuqaha menafsirkan emas dan perak tersebut sebagai uang dinar dan dirham. Dahulu sebelum masyarakat mengenal alat tukar (dinar, dirham, dan uang) masyarakat lebih dahulu mengenal yang disebut dengan barter, yang mana barter adalah menukar barang dengan barang yang berbeda.  Dalam hal barter barang yang ditukar tidak dilihat kadar dari suatu barang yang akan ditukarkan, sehingga dalam barter tidak terdapat asas keadilan atau kemaslahatan karena banyak yang menukarkan barangnya dengan barang yang tidak sepadan dengan apa yang didapat setelah bertransaksi. Setelah itulah dinar dan dirham muncul sebagai salah satu acuan dalam bertransaksi jual beli atau tukar menukar barang. Secara sederhana uang didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai alat bantu dalam pertukaran. Sedangkan menurut hukum, uang adalah sesuatu yang dirumuskan oleh undang-undang sebagai uang. Jadi, segala sesuatu yang dapat diterima sebagai uang jika ada aturan atau hukum yang menunjukkan bahwa sesuatu itu dapat digunakan sebagai alat tukar.

   B.     PEMBAHASAN
1.      Ayat mengenai fungsi uang yaitu salah satunya ada dalam Q.S Yusuf yakni ayat ke 20.
وَجَاءَتْ سَيَّارَةٌ فَأَرْسَلُوا وَارِدَهُمْ فَأَدْلَى دَلْوَهُ قَالَ يَا بُشْرَى هَذَا غُلامٌ وَأَسَرُّوهُ بِضَاعَةً وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِمَا يَعْمَلُونَ (19) وَشَرَوْهُ بِثَمَنٍ بَخْسٍ دَرَاهِمَ مَعْدُودَةٍ وَكَانُوا فِيهِ مِنَ الزَّاهِدِينَ (20)
                                     
     Artinya : Kemudian datanglah kelompok orang-orang musafir, lalu mereka menyuruh seorang mengambil air, maka dia menurunkan timbanya, dia berkata,” Oh, kabar gembira, ini seorang anak muda!” Kemudian mereka menyembunyikan dia sebagai barang dagangan. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.(19) Dan mereka menjual Yusuf dengan harga yang murah yaitu beberapa dirham saja, dan mereka merasa tidak tertarik hatinya kepada Yusuf(20)[1]
2.      Metode yang akan digunakan dalam penafsiran ayat tadi adalah Tafsir Tahlili. Tafsir Tahlili adalah penafsiran ayat al-Quran dari segala seginya dengan mengikuti urutan mushaf dengan meneliti arti mufradat-nya, kandungan makna, dan tujuan pembicaraannya di dalam tiap-tiap susunan katanya, munasabat antar ayat-ayatnya, menggunakan bantuan asbab al nuzul , sunnah Rasul, aqwal sahabah dan tabi’in. Kemudian diolah sesuai dengan kepandaian dan keahlian para musafir dalam bidangnya masing-masing.[2] Asbab al nuzul sendiri merupakan suatu peristiwa yang ada kaitan langsung dengan satu atau beberapa ayat al-quran yang diturunkan ketika itu, baik sebagai 1) jawaban atas suatu pernyataan, atau 2) penjelasan hukum yang dikandung ayat tersebut atau 3) contoh kasus yang diceritakan ayat tersebut. Selain definisi tersebut asbab al nuzul sendiri memiliki pengertian umum yakni bukan hanya sebab-sebab khusus yang melatar belakangi turunnya suatu ayat atau sekelompok ayat secara langsung, tetapi kondisi umum sehingga mencakup kondisi sosial pada masa Nabi yang kemudian menyebabkan turunnya ayat-ayat al-Quran.[3]


3.      Q.S Yusuf ayat 19-20
      وَجَاءَتْ سَيَّارَةٌ فَأَرْسَلُوا وَارِدَهُمْ فَأَدْلَى دَلْوَهُ قَالَ يَا بُشْرَى هَذَا غُلامٌ وَأَسَرُّوهُ بِضَاعَةً وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِمَا يَعْمَلُونَ (19) وَشَرَوْهُ بِثَمَنٍ بَخْسٍ دَرَاهِمَ مَعْدُودَةٍ وَكَانُوا فِيهِ مِنَ الزَّاهِدِينَ (20)
      Artinya : Kemudian datanglah kelompok orang-orang musafir, lalu mereka menyuruh seorang mengambil air, maka dia menurunkan timbanya, dia berkata,” Oh, kabar gembira, ini seorang anak muda!” Kemudian mereka menyembunyikan dia sebagai barang dagangan. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.(19) Dan mereka menjual Yusuf dengan harga yang murah yaitu beberapa dirham saja, dan mereka merasa tidak tertarik hatinya kepada Yusuf(20)
      Dalam ayat sebelumnya diceritakan mereka berhasil mencelakai Nabi Yusuf dengan memasukkannya ke dalam sumur, ayat (19) ini menceritakan lanjutan kisah Nabi Yusuf yaitu ditemukannya dia oleh rombongan kafilah yang hendak pergi ke Mesir. Dan setelah Nabi Yusuf diceburkan ke dalam sumur oleh saudaranya, maka datanglah sekelompok musafir dari Madyan yang hendak menuju ke Mesir, kemudian di antara mereka menyuruh salah seorang pengambil air untuk minum para kafilah. Lalu dia menurunkan timbanya, ketika timba diturunkan di sumur, bergantunglah Nabi Yusuf pada tali timba itu. Dengan nada terkejut, dia pun berteriak sambil berkata “Oh, senangnya ini ada seorang anak muda yang sehat lagi elok parasnya!” 
      Setelah Nabi Yusuf diangkat, kemudian mereka menyembunyikannya dengan maksud akan menjadikannya sebagai barang dagangan. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan, karena tidak ada satupun yang bisa disembunyikan dari-Nya.
      (20) Dan setelah musafir itu tiba di Mesir, merekapun menjualnya yakni Nabi Yusuf dengan harga yang rendah atau murah, yaitu beberapa dirham saja, sebab mereka tidak tertarik kepadanya untuk memiliki dan mengambilnya sebagai anak atau budak yang dipekerjakan.[4]
     Dari penafsiran tersebut kita bisa mengambil makna yang terdapat dalam ayat ke 20 dari surat yusuf tersebut yakni:
      وَشَرَوْهُ بِثَمَنٍ بَخْسٍ دَرَاهِمَ مَعْدُودَةٍ وَكَانُوا فِيهِ مِنَ الزَّاهِدِينَ (20)
Artinya: “Dan mereka menjual Yusuf dengan harga yang murah yaitu beberapa dirham saja, dan mereka merasa tidak tertarik hatinya kepada Yusuf.”
Kita ambil kalimat وَشَرَوْهُ بِثَمَنٍ بَخْسٍ دَرَاهِمَ مَعْدُودَةٍ (yang berarti: “Dan mereka menjual Yusuf dengan harga yang murah yaitu beberapa dirham saja”) Di ayat tersebut Allah SWT menunjukkan uang sebagai dirham. Dirham tersebut digunakan sebagai alat tukar atau alat pembayaran yakni pada kalimat bahwa Nabi Yusuf dijual dengan harga yang murah yaitu hanya beberapa dirham saja. Maka kita bisa reflesikan, bahwa pada masa itu alat transaksi dalam penjualan adalah berupa uang dirham.
Maka jelas disini disebutkan, bahwa salah satu fungsi uang dalam Islam adalah sebagai alat tukar (alat pembayaran). Selain sebagai alat tukar, uang juga sebagai pengukur harga atau standar nilai, hal ini sesuai dengan definisi uang yaitu sesuatu yang dipergunakan untuk mengukur harga setiap barang dan jasa, karena pada masa Rasulullah sendiri dilarang adanya sistem barter tapi dianjurkan untuk menjual barang yang dimiliki dan menggunakan hasil penjualan tadi (berupa uang) untuk membeli barang yang kita inginkan/butuhkan.
   C.    KESIMPULAN
Al quran secara eksplisit menyatakan alat pengukur nilai tersebut berupa emas dan perak dalam berbagai ayat. Para fuqaha menafsirkan emas dan perak tersebut sebagai uang dinar dan dirham. Fungsi uang dalam Islam sendiri bukan hanya sebagai alat tukar (alat pembayaran) tetapi uang juga digunakan sebagai pengukur harga atau standar nilai, hal ini sesuai dengan definisi uang yaitu sesuatu yang dipergunakan untuk mengukur harga setiap barang dan jasa.

DAFTAR PUSTAKA
Al maragi Ahmad Mustafa.2018.Tafsir Al Maragi.Semarang: CV.Toha Putra    Semarang.
Mukhtar Naqiyah.2013.Ulumul Quran.Purwokerto:STAIN Press.
2016.TAFSIR RINGKAS.Jakarta:Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran.


                                                         


[1] Al maragi Ahmad Mustafa, Tafsir Al Maragi (Semarang:CV.Toha Putra Semarang,2018), hlm 241
[2] Mukhtar Naqiyah, Ulumul Quran (Purwokerto:STAIN Press, 2013),  hlm 174
[3] Mukhtar Naqiyah, Ulumul Quran (Purwokerto:STAIN Press, 2013),  hlm 89-90
[4] TAFSIR RINGKAS,(Jakarta:Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran, 2016)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ANALISIS UNIVARIAT, BIVARIAT DAN MULTIVARIAT

Distribusi Poisson dan Penerapannya Dalam Kehidupan Sehari-hari

Penerapan Statistika Dalam Kehidupan Sehari-hari (Fitri Hidayatuz Zahroh)