PENDAPATAN NASIONAL
NAMA : MIA ESTIYANI
NIM : 1617202107
SEMESTER : 4 PS C
FAK/JUR : FEBI/ PERBANKAN SYARIAH
MATA KULIAH : TAFSIR HADITS IQTISAD 2
PENDAPATAN NASIONAL HARUS DAPAT MENGUKUR PRODUKSI DI SEKTOR
PEDESAAN
BAB 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Setiap
negara mempunyai konsep yang berbeda untuk mengatur dan bagaimana
mensejahterakan penduduknya, salah satu cara untuk mengukur kesejahteraan
penduduk adalah dengan menghitung pendapatan negara, pendapatan negara sering
juga disebut dengan pendapatan nasional yang merupakan tolak ukur kesejahteraan
penduduk didalam suatu negara, sebagai tolak ukur negara dikatakan maju atau
berkembang. Dengan pendapatan negara yang telah dihitung secara keseluruhan
dapat diketahui selain tingkat kesejahteraan penduduknya juga dapat di analisa
mengenai hambatan-hambatan yang menyebabkan kenaikan atau penurunan pendapatan
suatu negara.
Dalam
kajian ekonomi, produksi adalah kegiatan manusia utuk menghasikan barang dan
jasa yang kemudian di manfaatkan oleh konsumen. Pada saat kebutuhan manusia
masih sedikit dan sederhana , kegiatan pruduksi dan konsumsi dapat dilakukan
oleh manusia secara sendiri. Artinya , seseorang memproduksi barang atau jasa
kemudian dia mengkonsumsinya. Akan tetapi, seiring dengan berjalannya waktu dan
beragamnya kebutuhan konsumsi serta keterbatasan sumber daya yang ada
(kemampuannya), maka seseorang tidak dapat lagi menciptakan sendiri barang dan
jasa yang di butuhkannya, akan tetapi membutuhkan orang lain untuk
menghasilkannya. Dalam makalah ini akan membahas terkait pendapatan nasional
dalam sektor pedesaan yang akan di teliti asbabun nuzulnya dengan suatu metode
penafsirannya.
BAB II
PEMBAHASAN
Pendapatan Nasional (national
income) merupakan tolak ukur yang paling baik untuk menunjukkan keberhasilan
dan kegagalan perekonomian suatu negara, dari tingkat kesempatan kerja,
tingkat harga barang, dan posisi neraca pembayaran luar negeri, serta
pendapatan per kapitanya. Jika faktor-faktor yang memengaruhi tersebut
menunjukkan posisi yang sangat menguntungkan atau positif, maka tingkat
keberhasilan atau tingkat kemajuan ekonomi suatu negara akan mudah tercapai,
dan begitu pula sebaliknya.
Dalam ekonomi islam terdapat parameter al-falah. Falah
adalah kesejahteraan yang hakiki, kesejahteraan yang sebenar-benarnya, dimana
komponen-komponen ruhaniah masuk kedalam pengertian falah ini. Ekonomi Islam
dalam arti sebuah sistem ekonomi atau (midhom al-iqtishad)[1] merupakn sebuah sistem yang dapat mengantarkan umat
manusia kepada falah, kesejahteraan yang sebenarnya diwujudkan pada peningkatan
GNP yang tinggi yang kalau dibagi dengan jumlah penduduk akan
menghasilkan per capita income yang tinggi. Jika hanya itu
ukurannya, maka kapitalisme moderen akan mendapat angka maksimal. Akan tetapi
pendapatan perkapita yang tinggi bukan satu-satunya komponen pokok yang
menyusun kesejahteraan. Ia hanya merupakan necessary condition dalam isu
kesejahteraan dan bukan sufficien condition. Al- falah dalam pengertian Islam
mengacu kepada konsep Islam tentang manusia itu sendiri
Dalam
ekonomi islam, tujuan utama produksi adalah kemaslahatan individu dan
masyarakat secara berimbang. Islam sesungguhnya menerima motif berproduksi
sebagaimana motif dalam sistem ekonomi kovesional, hanya saja lebih jauh islam
juga menambahkan nilai-nilai moral di samping utilitas ekonomi. Bagi islam memproduksi
suatu bukanlah sekedar untuk di konsumsi sendiri atau di jual ke pasar, tetapi
lebih jauh menekankan bahwa setiap kegiatan produksi harus pula mewujudkan
fungsi sosial.
Rasulullah
sangat menghargai umatnya yang selalu bekerja dan berproduksi dalam rangka
memenuhi kebutuhan material da sepiritualnya. Ia mendorong umat islam agar
rajin bekerja ,berangkat pagi-pagi sekali untuk mencari karunia Allah agar dapat memberi dan berbagi nikmat kepada
orang lain, tidak meminta-minta, dan agar dapat memenuhi kebutuhan orang-orang
yan menjadi tanggung jawab mereka.[2]
Dalam hadist riwayat Abu Hurayrah, Nabi bersabda yang artinya:
" Dari Abu Hurayrah r.a., katanya, aku mendengar Rosullullah
SAW bersabda, "Hendaklah seseorang di antara kalian berangkat pagi-pagi
sekali mencari kayu bakar ,lalu bersedekah dengannya dan menjaga diri (tidak
minta-minta) dari manusia lebih baik dari pada meminta kepada seseorang baik di
beri maupun tidak. Tangan di atas lebih baik dari pada tanggan di bawah.
Mulailah (memberi) kepada orang yang menjadi tanggung jawabmu."
(HR.Muslim)
Dalam
hadits di atas menjelaskan tentang beberapa hal terkait dengan aktivitas
ekonomi yaitu: (1) dorongan untuk rajin bekerja dengan berangkat pagi-pagi
sekali ,(2)dorongan untuk bekerja dan berproduksi,(3) dorongan untuk melakukan
distribusi,(4) dorongan untuk hidup kesatria dengan tidak meminta-minta, dan(5)
dorongan untuk tanggung jawab dalam ekonomi keluraga.
Aktivitas
produksi mencangkup semua pekerjaan yang dilakukan manusia untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya , mulai dari bertani, berindustri, usaha jasa, dan lain
sebagainya. Dalam persepktif islam semua usaha itu masuk dala katrgori ibadah.
Bahkan hal itu menempati porsi sembilan
puluh persen dari ibadah. Sebab bekerja yang produktif akan membantu manusia
dalam menunaikan ibadah-ibadah wajib seperti : shalat, zakat, puasa, haji, dan
lainnya. Bahkan Rosullulah SAW mendorong
untuk bekerja dan berproduksi serta
melarang pengangguran walaupun manusia memiliki modal finacial yang mencukupi.
Tujuan produksi dalam
islam islam sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari tujuan di ciptakan dan
diturunkannya manusia ke muka bumi, yaitu sebagai khalifah Allah di muka bumi.
Sebagai khalifah manusia mendapat amanat untuk memakmurkan bumi. Ini berarti
bahwa manusia diharapkan ikut campur tangan dalam roses-proses untuk mengubah
dunia dari apa adanya menjadi apa yang seharusnya. Karena itu mereka harus
melakukan aktivitas termasuk di bidang ekonomi diantaranya berproduksi. Melakukan aktivitas produksi
merupakan kewajiban manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup sehingga tercapai
kesejahteraanya lahir dan batin. Semua aktivitas ekonomi tersebut dimaksudkan
sebagai bagian ibadah dan rasa syukur kepada Allah yang telah menciptakan alam semesta.
Produksi bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan pokok umat manusia dan berusaha agar setiap orang dapat
hidup dengan layak, sesuai dengan martabatnya sebagai khalifah Allah. Dengan
kata lain tujuan produksi adalah tercapainya kesejahteraan ekonomi. Tingkat produksi komoditas
dalam subsisten pedesaan dan sektor riil begitu penting karena menyangkut hajat
hidup orang banyak dan mengentaskan kemiskinan oleh pemerintah. Data tersebut
dapat menjadi landasan kebijakan pemerintah dalam mengambil keputusan yang
menyangkut ekonomi riil dan ekonomi masyarakat pedesaan. Kelemahan dalam mendeteksi secara akurat pendapatan dari
sektor subsisten ini jelas harus segera diatasi, karena dari sektor ini
bergantung nafkah rakyat dalam jumlah besar.
Dalam Islam memang diyakini bahwa Allah SWT memberikan
harta pada seluruh ummat tidak merata. Ada yang mendapatkan harta melebihi
kebutuhan hidupnya dan ada yang sedikit dibawah jumlah kebutuhan mereka sehingga
diperlukan interaksi dalam distribusi harta. Dengan ketentuan kolektifitas yang
dimiliki sistem ekonomi Islam kelangkaan menjadi bukan masalah. [3]
Di dalam
produksi sektor pedesaan, peningkatan produksi pertanian di tingkat rakyat
pedesaan, umumnya justru mencerminkan penuruan harga produk produk pangan di
tingkat konsumen, atau sekaligus mencerminkan peningkatan pendapatan para
pedagang perantara, yang posisinya berada di antara petani dan konsumen.
يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا
أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ ۚ
إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
Artinya : Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang
batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di
antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu. QS An Nisa : 29
Yakni orang-orang yang beriman janganlah kalian mengambil
harta orang lain dengan cara tidak benar. Kalian diperbolehkan melakukan
perniagaan yang berlaku secara suka sama suka. Jangan menjerumuskan diri kalian
dengan melanggar perintah-perintah Tuhan. Jangan pula kalian membunuh orang
lain, sebab kalian smua berasal dari satu nafs. Allah selalu melimpahkan
rahmat-Nya kepada kalian. Praktik yang dilakukan oleh pedagang perantara
biasanya bermain pada tingkat harga yang diberikan kepada petani, pedagang
perantara menjemput langsung barang-barang komoditas dari petani langsung
dengan memberikan harga yang lebih rendah dibandingkan dengan harga di pasaran.
Sebagian besar
penghasilan pemerintahan Islam di era perkembangan seperti ini pendapatannya
diperoleh dari shadaqqah, kerena pemerintah islam kerap melakukan ekspansi
kebeberapa wilayah. Selain itu juga pendapatannya juga diperoleh dari
pembayaran pajak. Penghasilan dari shadaqah tersebut dikhususkan untuk
kemaslahatan umat dan sebagiannya akan dianggarkan untuk menjalankan roda
pemerintahan dan menjaga stabilitas ekonomi nasional.
1)
Sadaqqah
Sadaqqah adalah suatu komponen terpenting
dalam metode penanggulangan kesejahteraan rakyat, dan zakat hanya diwajibkan
bagi keluarga yang mampu. Zakat disini adalah penetralisir ekonomi masyarakat
yang lebih penting dari sumber penghasilan yang lainnya dimana bagi keluarga
yang mampu meneluarkan zakatnya untuk para fakir miskin yang menjadi
penitralisir keadaan ekonomi masyarakat. Zakat memiliki kedudukan penting
didalam struktur ekonomi-keagamaan dari mekanisme keuangan islam. Dan nabi
menyebutnya sebagai salah satu rukun islam, hadist berbunyi : “islam ditegakkan
atas lima hal kesaksian bahwa tiada tuhan selain Allah Muhammad adalah utusan
Allah, tegakkan sholat, pembayaran zakat pelaksanaan haji dan puasa pada bulan
Ramadhan.
Allah Swt Berfirman:
مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً وَاللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْسُطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang
baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), Maka Alloh akan merlipat gandakan
pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak dan Allah menyempitkan dan
melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.” (Al-Baqaroh : 245).
QS. Al-Baqarah:
267
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ ۖ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلَّا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
"Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah)
sebagian dari hasil usaha kalian yang baik-baik dan sebagian dari apa yang
keluarkan dari bumi untuk kalian, dan janganlah kalian memilih yang buruk-buruk
lalu kalian nafkahkan daripadanya, padahal kalian sendiri tidak mau mengambilnya
kecuali dengan memicingkan mata terhadapnya. Ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya,
Maha terpuji." {QS. Al-Baqarah: 267).
Pada ayat (QS.
Al-Baqarah: 267) ini Allah menjelaskan pedoman yang harus diperhatikan berkaitan dengan kualitas harta yang akan
diinfakkan, yaitu bahwa harta tersebut hendaknya merupakan harta terbaik dan
paling dicintai, sehingga dengan demikian pedoman tentang infak dan penggunaan
kekayaan pada jalan Allah menjadi lengkap dan sempurna. Allah mengaitkan hasil
usaha kepada mereka, meskipun dia yang menciptakan perbuatan mereka, karena
hasil itu merupakan perbuatan mereka. Sedangkan yang mengeluarkan hasil bumi
disandarkan kepada Allah, karena hal itu bukan perbuatan mereka dan juga di
luar kesanggupan mereka.
Kemudian Allah
berfirman, "Janganlah kalian memilih yang buruk-buruk lalu kalian
nafkahkan daripadanya". Allah melarang menafkahkan hasil usaha yang
buruk-buruk secara sengaja. Kemudian firmannya, "Padahal kalian sendiri
tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya".
Artinya , sekiranya mempunyai hak untuk menerima hasil yang buruk itu, lalu ia
diberikan kepada kalian, tentulah kalian tidak mau menerimanya meskipun ada hak
terhadapnya, kecuali kalian harus mempertimbangkan tenggang rasa untuk
mengambilnya dan meminta keringanan dalam masalah ini.[4]
2)
Penetapan zakat
Zakat dibedakan atas emas, perak dan
barang dagangan. Didasarkan atas dasar nilai komersial dengan syarat telah
mancapai nishab. Nisab dan zakat teleh ditentukan dalam hadist, “ tidak ada
zakat atas emas hingga ia mencapai dua puluh dirham (85 gram), dan jika
mencapai jumlah ini setengah dinar akan diambil sebagai zakatnya. Begitu juga,
tidak ada zakat atas perak hingga mencapai duaratus dirham (595 gram), jika ia
mencapai jumlah ini lima dirham diambil sebagai zakatnya. Hadist nabi ini
mengisyaratkan bahwa jumlah zakat dapat ditetapkan pada jumlah yang melampaui
nishab diatas adalah dua setengah persen keekayaan.
Karena emas bukanlah satu-satunya
jenis kekayaan yang memiliki nilai komersial dan mempunyai potensi untuk
berkembang, zakat dapat ditetapkan pada bentuk kekayaan lain yang memiliki
nilai komersial. Abu Ubay berpendapat bahwa karena barang-bagang dagangan
diperdagangkan untuk memperoleh keuntungan dan meningkatkan uang, mereka
dikenai beban zakat, sebagaimana ternak yang dapat menyusui juga kan dikenakan
zakat.
Abu
yusuf meriwayatkan : ” seorang muslim akan ditimbang amal kebaikannya dari
shadaqqah hewan ternak dan lainnya pada hari akhir atau pada hari yaumul
qiyamah”. Disamping menekankan administrasi zakat yang dipertanggung jawabkan
juga harus berlandaskan hadist-hadist rosulullah “seluruh umat muslim harus
membayar zakat dan menjaga etika dalam kehidupan barmasyarakat” kewajiban untuk
membayar zakat untuk sumber penghasilan dapat membedakan antara yang legal dan
non-legal, dan sumber penghasilan yang dikenakan pada zaman rosulullah adalah
perternakan, perniagaan dan pertanian. Disamping untuk membantu kas Negara,
zakat juga berperan dalam menstabilkan ekonomi nasional seperti pajak property
(barang tambang) yang dapat mendukung kegiatan ekonomi nasional ketika
menghadapi krisis ekonomi. Dan dampak inilah yang harus diketahui oleh masyarakat
agar tidak terjadi kesalahfahaman antara pemerintah dengan masyarakat.
3)
Pajak
Pajak
adalah merupakan suatu pembayaran yang dibebankan kepada hak suatu tanah yang
mana dapat dinamakan dengan fay. Sebagai sebuah Negara yang ekonominya berbasis
agrikultur, sumber-sumber daya dari tanah adalah sumber penghasilan utama dari Negara-negara
islam dalam zaman dahulu dari sudut pandang pajak, semua tanah yang dikuasai
pemerintahan muslim yang mana, pajak tersebut akan dibedakan atas dua hal yaitu
pajak ushr dan pajak fay.
Pendapatan pada pajak fay akan digunakan untuk biaya-biaya
umum Negara. Pada sistem fiskal Islam, pendapatan dari fay merupakan tiang
utama dari pendapatan Negara. Untuk memberikan paparan yang lebih jelas tentang
apa yang dimaksud dengan fay, Abu Yusuf mengatakan bahwa sesuai dengan
ayat-ayat al-Qur’an, semua muslim yang disebut di dalam ayat-ayat pendapatan
untuk Negara mempunyai hak bersama atas tanah-tanah tersebut. Hal ini
menjelaskan tentang hak populasi pada saat sekarang dan pada saat yang akan
datang.
Untuk memperjelas gagasan Abu Yusuf beliau
telah mengutip khalifah Umar dengan mengatakan “ biarlah tanah-tanah dan aliran
airnya diberikan bagi para pekerja, supaya mereka dapat menggarapnya untuk
menyediakan sumber-sumber pendapatan bagi kaum muslimin. Bila engkau membagi
tanah-tanah ini maka tidak akan ada lagi yang tersisa bagi generasi yang akan
datang. Hal ini menunjukkan, bagi Abu Yusuf, motif dan tindakan Khalifah Umar
adalah untuk manciptakan sebuah sumber daya permanen bagi kekuatan dan
kekuasaan bagi Negara Islam.
A.
ASBAB AL-NUZUL
Asbab al-nuzul merupakan suatu
peristiwa yang ada kaitan langsung dengan satu atau beberapa ayat al-qur’an
yang diturunkan ketika itu, baik sebagai jawaban atas suatu pertanyaan, atau
penjelasan hukum yang dikandung ayat tersebut
atau contoh kasus yang diceritakan ayat tersebut.
Berikut contoh sabab nuzul Qs. Al- Baqarah
ayat 267 :
Dalam
suatu riwayat dikemukakan bahwa turunnya ayat tersebut di atas (QS. Al-Baqarah:
267) berkenaan dengan kaum Anshar yang mempunyai kebun kurma. Ada yang
mengeluarkan zakatnya sesuai dengan penghasilannya, tetapi ada juga yang tidak
suka berbuat baik. Mereka (yang tidak suka berbuat baik) ini menyerahkan kurma
yang berkualitas rendah dan busuk. Ayat tersebut di atas sebagai teguran atas
perbuatan mereka. (diriwayatkan oleh al-Hakim, at-Tirmidzy, Ibnu Majah, dan
lain-lain yang bersumber dari al-Barra').
Dalam riwayat lain dikemukakan
bahwa ada orang-orang yang memilih kurma yang jelek untuk dizakatkan. Maka
turunlah ayat tersebut di atas (QS. Al-Baqarah: 267) sebagai teguran atas
perbuatan mereka. (diriwayatkan oleh Abu Dawud, an-Nasa'i, dan al-Hakim, yang
bersumber dari Sahl bin Hanif).
B.
Ditinjau dari Metode (sistem penjelasan) Penafsirannya
Tafsir
Ijmali
Adalah menjelaskan ayat-ayat
al-Qur’an secara global, dari ayat ke ayat mengikuti tertib mushaf.
Pembahasannya secara populer tidak terlalu mendalam, yang dapat diserap oleh
orang-orang yang hanya mempunyai bekal ilmu pengetahuan sedikit, sebagai
konsumsi untuk orang awam. Diantara contohnya adalah Tafsir Jalalayn dan
Tafsir al-Bayan: Tafsir Penjelas al-Qur’anul Karim karya Teuku Muhammad
Hasbi ash Shiddieqy.[5]
Adapun karakteristik tafsir ijmali adalah dibahas dengan mengikuti
urutan mushaf, ditafsirkan secara global, dangkal, dan hanya meliputi yang
ditunjuk oleh ayat sehingga dapat terdiri atas beberapa topik sesuai dengan
ayat yang sedang dibahas dan dipaparkan secara deskriptif.
Tafsir
Jalalayn Surat al-Baqarah ayat 267:
(Hai
orang-orang yang beriman, nafkahkanlah), maksudnya zakatkanlah (sebagian yang
baik-baik) dari (hasil usahamu) berupa harta (dan sebagian) yang baik-baik dari
(apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu) berupa biji-bijian dan
buah-buahan (dan janganlah kamu sengaja) mengambil (yang jelek) atau yang buruk
(darinya) maksudnya dari yang disebutkan itu, lalu (kamu keluarkan untuk zakat)
menjadi 'hal' dari dhamir yang terdapat pada 'tayammamu' (padahal kamu sendiri
tidak mau mengambilnya) maksudnya yang jelek tadi, seandainya ia menjadi hak
yang harus diberikan kepadamu (kecuali dengan memejamkan mata terhadapnya),
artinya pura-pura tidak tahu atau tidak melihat kejelekannya, maka bagaimana
kamu berani memberikan itu guna memenuhi hak Allah! (Dan ketahuilah bahwa Allah
Maha Kaya) sehingga tidak memerlukan nafkahmu itu (lagi Maha Terpuji) pada
setiap kondisi dan situasi.
BAB III
PENUTUP
Tujuan produksi dalam
islam islam sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari tujuan di ciptakan dan
diturunkannya manusia ke muka bumi, yaitu sebagai khalifah Allah di muka bumi.
Sebagai khalifah manusia mendapat amanat untuk memakmurkan bumi. Ini berarti
bahwa manusia diharapkan ikut campur tangan dalam roses-proses untuk mengubah
dunia dari apa adanya menjadi apa yang seharusnya. Karena itu mereka harus
melakukan aktivitas termasuk di bidang ekonomi diantaranya berproduksi. Melakukan aktivitas produksi
merupakan kewajiban manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup sehingga tercapai
kesejahteraanya lahir dan batin. Semua aktivitas ekonomi tersebut dimaksudkan
sebagai bagian ibadah dan rasa syukur kepada Allah yang telah menciptakan alam semesta.
Produksi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
pokok umat manusia dan berusaha agar setiap orang dapat hidup dengan layak,
sesuai dengan martabatnya sebagai khalifah Allah. Dengan kata lain tujuan
produksi adalah tercapainya kesejahteraan ekonomi. Tingkat produksi komoditas dalam subsisten
pedesaan dan sektor riil begitu penting karena menyangkut hajat hidup orang
banyak dan mengentaskan kemiskinan oleh pemerintah. Data tersebut dapat menjadi
landasan kebijakan pemerintah dalam mengambil keputusan yang menyangkut ekonomi
riil dan ekonomi masyarakat pedesaan. Kelemahan dalam mendeteksi secara akurat pendapatan dari
sektor subsisten ini jelas harus segera diatasi, karena dari sektor ini
bergantung nafkah rakyat dalam jumlah besar.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. Hj. Naqiyah Muchtar, M.Ag, Ulumul Qur’an,
Purwokerto:Penerbit Stain Press, 2013
Amir Syariffudin, Garis-Garis Besar Fiqih, Jakarta: Prenada
Media, 2003
Ahmad izzan,Referensi ekonomi syariah ayat-ayat al quran yang
berdimensi ekonomi,Bandung:PT Remaja Rosdakarya
Prof. Dr. H.Indri, M.Ag.,HADIST EKONOMI Hadist Ekonomi Dalam
Perspektif Nabi. Jakarta:KENCANA., 2017
Nurul,Huda,dkk.Ekonomi
Makro Islam Pendekatan Teoritis. Jakarta:Kencana Prenada Media Group.2008
[1]
Nurul,Huda,dkk.Ekonomi
Makro Islam Pendekatan Teoritis. Jakarta:Kencana Prenada Media
Group.2008.hlm 28
Komentar
Posting Komentar